Friday, April 1, 2022

Bunga Bank

 Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar mengalami anjlok hingga mencapai 18.2 EGP. Kenaikan ini cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2021 di mana nilai tukar EGP terhadap Dollar 15 EGP. Gejala di masyarakat nampak jelas, misalnya, kenaikan harga bahan pokok.

Menyikapi hal ini, pemerintah Mesir menghimbau masyarakat untuk menaruh uangnya di bank guna mengurangi jumlah uang beredar sehingga tindakan ini dapat menguatkan nilai mata uangnya.

Sikap Darul Ifta

Darul Ifta, Lembaga fatwa Mesir pun ikut bersuara di situasi ini. Darul Ifta kembali menegaskan bahwa hukum menyimpang uang di bank dan mengambil bunganya adalah halal. Pendapat ini bukanlah pendapat baru di kalangan ulama, terutama ulama Mesir. Sejak dulu, Syaikh Sayyid Thanthawy (mantan Grand Syaikh Al-Azhar), Syaikh Ali Jum’ah (mantan Mufti Mesir) telah berpendapat demikian. Mufti Mesir saat ini, Syauqi Allam, Kembali menegaskan bahwa bunga bank halal untuk diambil dan dimanfaatkan.

Ikhtilaf

Perdebatan mengenai hukum bunga bank memang cukup ramai. Mayoritas ulama kontemporer melalui banyak muktamar fikih internasional berpendapat bahwa bunga bank merupakan bagian dari riba sehingga ia haram untuk dimanfaatkan. Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam fatwanya tentang tabungan juga mengatakan bahwa terdapat tabungan yang tidak dibenarkan dalam syariat dan yang dibenarkan dalam syariat. Tabungan yang tidak dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga, sedangkan tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.

Sebab Ikhtilaf

Secara singkat, sebab perbedaan pendapat ini adalah mengenai akad yang terjadi dalam transaksi tabungan bank. Ulama yang membolehkan bunga bank berpendapat bahwa tambahan (bunga) yang didapat oleh nasabah adalah hasil dari kegiatan investasi bank, bukan tambahan dari qardh (pinjaman). Sedangkan, ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa tambahan (bunga) yang didapat nasabah adalah tambahan atas qardh (pinjaman). Sebagaimana yang diketahui, dalam sebuah hadis dikatakan,

كل قرض جر منفعة فهو ربا

Setiap qardh (pinjaman) yang terdapat tambahan manfaat, maka itu riba

Hadis ini tidak sesuai dengan bunga bank menurut ulama yang membolehkan karena bunga bank bukanlah tambahan atas qardh, melainkan tambahan kegiatan investasi bank, sebaliknya, ulama yang mengharamkan (termasuk DSN-MUI) memasukkan kasus bunga bank ke dalam makna hadis ini.

Atas dasar pendapat DSN-MUI inilah, lahir perbankan syariah di Indonesia. Adanya jenis bank syariah dan bank konvensional di Indonesia tentu menggambarkan bahwa terdapat perbedaan dalam transaksi serta hukum antara dua jenis bank ini.

Saturday, February 5, 2022

Memakan Daging yang Belum Jelas Kehalalannya

Syariat Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan, termasuk di antaranya soal makanan. Makanan yang sering kali menghadirkan keraguan pada kita atas kehalalannya adalah daging, entah itu ayam, sapi, dan hewan sembelihan lainnya. Hal ini dikarenakan Islam memiliki aturan terkait tata cara penyembelihan sehingga daging yang kita konsumsi halal hukumnya.

Pada prakteknya, kita sering kali tidak tahu mengenai status kehalalannya. Apakah daging tersebut benar disembelih sesuai syariat? Tentu sulit mengetahuinya dengan pasti. Ulama telah menjelaskan terkait hal ini.

Imam as-Suyuthi menjelaskan dalam al-Asybâh wa al-Nadzhâir:

مثل أن نجد شاة في بلد فيها مسلمون ومجوس فلا يحل حتى يعلم أنها ذكاة مسلم لأنها أصلها حرام وشككنا في ذكاة المبيحة فلو كان الغالب فيها المسلمون جاز الأكل عملا بالغالب المفيد للظهور

Misal: jika kita menemukan domba (yang tersembelih) di negara yang terdapat muslim dan majusi maka dagingnya tidak halal sampai jelas diketahui bahwa itu sembelihan muslim karena pada asalnya ia (sembelihan) haram dan kita ragu bahwa dia disembelih sesuai syariat atau tidak. Jika kita menemukannya di negara yang mayoritas muslim maka kita boleh memakannya, beramal dengan kemayoritasan tersebut.

Dr. Muhammad az-Zuhaili juga menjelaskan dalam Al-Qawâ’id al-Fiqhiyyah wa Tathbîqâtuhâ fi al-Madzhab al-Syâfi’î:

الأصل في الذبائح التحريم ما لم يثبت ذبحها حسب الطريقة الشرعية من المسلم و الكتابي

Pada asalnya, hewan sembelihan itu haram hukumnya hingga kita tahu penyembelihannya itu dilakukan secara syariat dilakukan oleh muslim dan ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi)

Sebagaimana kita tahu, sembelihan ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi) juga halal untuk dimakan.

Q.S 5:5
اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. 

Ssehingga, jika kita sedang berada di negara mayoritas muslim atau negara mayoritas Nasrani/Yahudi, maka daging di sana halal untuk dimakan bersandar dengan prasangka kuat bahwa daging tersebut sembelihan mereka. Ini yang menyebabkan kita tidak perlu bertanya kepada tukang pecel ayam di sebelah rumah kita apakah ayamnya disembelih dengan syariat Islam atau tidak.

Namun, jika kita sedang berada di negara mayoritas non muslim dan juga bukan mayoritas ahlul kitab, maka dagingnya dihukumi haram dimakan karena prasangka kuat kita mengatakan bahwa daging tersebut tidak disembelih sesuai syariat.

Makanan lain yang tidak diketahui halal/haram

Bagaimana jika terdapat makanan selain daging yang kita tidak tahu apakah ia halal/haram?

Terdapat kaidah fikih: al-Ashlu fi al-Asya' al-Ibâhah (hukum asal pada sesuatu adalah kebolehan/mubah). Di antara penerapannya, sebagaimana yang dijelaskan Dr. Muhammad az-Zuhaili:

المأكولات و المشروبات والملبوسات والصرفات مما لم يرد فيه دليل يحل أو دليل يحرم فالأصل الإباحة

Makanan, minuman, pakaian, transaksi, selama tidak ada dalil yang menghalalkan juga mengharamkan, maka ia kembali ke hukum asal: boleh

Pada asalnya, hukum makanan, minuman itu boleh/halal, kecuali jelas bahwa dia haram. Sehingga, kita tidak perlu selalu menyelidiki kehalalan makanan selama ia jelas bukan zat haram. 

Adapun, di konteks zaman sekarang, di mana terdapat banyak makanan/minuman yang berasal dari kebudayaan negara non-muslim dan bukan mayoritas ahlul kitab (seperti Jepang, Korea), maka ada baiknya kita menanyakan ulang kehalalan makanannya pada penjual karena prasangka kita mengatakan bahwa mereka berusaha membuat makanan/minumannya semirip mungkin dengan makanan/minuman di negara asalnya yang mana bahannya sering kali berasal dari zat-zat haram sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian). Wallahu a'lam.

Friday, February 4, 2022

Memukul Istri

 Memukul istri dalam literatur fikih ada berkenaan dalam pembahasan "mendidik istri yang melakukan maksiat". Konteks ini perlu dihadirkan di awal untuk mengeluarkan perilaku-perilaku kekerasan yang keluar dari konteks tersebut. Sehingga, pukulan yang dilakukan karena hawa nafsunya sendiri sudah jelas tidak masuk dalam pembahasan fikih. Itu merupakan kekerasan yang harus dihukum.

Adapun dalam konteks mendidik istri, memang benar bahwa dalam literatur fikih, ada keterangan mengenai hal itu. Dasarnya adalah surah An-Nisa: 34

Q.S 4:34
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. 

Di ayat ini jelas bahwa Allah mengaitkan perilaku mendidik istri dengan nusyuz alias melakukan maksiat/kedurhakaan. Allah mengaitkan perilaku mendidik "memberi nasihat", "tinggalkan di tempat tidur, dan "pukullah mereka" dengan huruf "waw" yang bermakna "dan", namun kata "dan" di situ menurut ulama bermakna tartib atau urutan. Sehingga, wajib bagi suami yang ingin mendidik istrinya untuk memberi nasehat terlebih dahulu dengan penuh kelembutan, kata-kata yang baik, kemudian, jika cara tersebut tidak bekerja, suami berpindah ke cara yang kedua, yakni pisah ranjang dengan istri. Ulama menjelaskan bahwa pisah ranjang maksimal selama tiga hari.

Jika cara itu tidak bekerja, baru diperbolehkan untuk memukul istri dalam literatur fikih. Adapun, yang jamak terjadi adalah orang tidak memahami urutan ini.

Memukul Istri

Fikih juga menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan "memukul" di sini. Terdapat beberapa poin penting yang akan saya rangkum:

1. Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam al-Fiqh al-Syafi'i al-Muyassar, bahwa memukul istri dilakukan jika memang hal itu memberi manfaat, benar bisa mendidik istri. Jika tidak, tidak diperbolehkan.

2. Kriteria pukulan: memukul dengan pukulan tidak menyakitkan seperti memukul dengan siwak (kita tahu bahwa siwak seukuran pensil)

3. Tidak diperbolehkan memukul wajah karena itu kehormatan baginya, perut, dan bagian-bagian yang berbahaya

4. Hal yang paling baik: tidak memukul, karena dalam Sayyidah Aisyah mengatakan: 

ما ضرب رسول الله -صلى الله عليه و سلم- امرأة له ولا خادما

Rasulullah tidak pernah memukul istri-istrinya dan pembantunya

Di jaman di mana kekerasan dalam rumah tangga begitu banyak, di mana relasi kuasa masih begitu kuat, seyogyanya bagi orang yang menyampaikan ajaran-ajaran Islam untuk berfokus pada bagaimana membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, Karena, dikhawatirkan syariat mengenai memukul istri ini dijadikan justifikasi bagi kekerasan dalam rumah tangga.

Referensi:

al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu

al-Fiqh al-Syafii al-Muyassar

Wednesday, February 2, 2022

Ilmu Waris: Menghitung Warisan (3)

 Bagian terakhir yang perlu dipahami dalam menghitung warisan adalah memahami 'aul (العول) dan radd (الرد). Di beberapa case, kita perlu menggunakan konsep 'aul dan radd ini dalam menentukan ashlul mas'alah.

'Aul

'Aul adalah kondisi di mana jumlah siham para ahli waris lebih besar daripada ashlul mas'alah.

Contoh masalah:

Seseorang wafat dan meninggalkan: suami, enam saudari kandung, dua saudara seayah

Maka, suami mendapat 1/2, enam saudari kandung mendapat 2/3, dua saudara seayah mendapat 1/3

Ashlul mas'alah: 6

Siham suami: 6 : 2 x 1= 3

Siham enam saudari kandung: 6 : 3 x 2= 4

Siham dua saudara seayah: 6 : 3 x 1= 2

Jika kita tulis:


Kita lihat bahwa jumlah siham (9) lebih besar daripada ashlul mas'alah (6), maka ini adalah kasus 'aul.

Ashlul mas'alah ketika kasus 'aul

Ketika menemukan kasus 'aul, maka, jumlah sihamlah yang jadi ashlul mas'alah kita. Hal ini juga berimplikasi di kasus ketika kita membutuhkan tashihuh mas'alah. Angka setelah 'aul-lah yang jadi ashlul mas'alah kita. Kita coba kerjakan contoh di atas:


Jika jumlah harta warisan Rp54.000.000,00, maka:

Nilai satu siham: 54.000.000 : 54= Rp1.000.000,00

Bagian suami: 18 x 1.000.000= Rp18.000.000,00

Bagian 6 saudari kandung: 24 x 1.000.000= Rp24.000.000,00, satu saudari kandung mendapat: 24.000.000 : 6= Rp4.000.000,00

Bagian 2 saudara seayah: 12 x 1.000.000= Rp12.000.000,00, satu saudara seayah mendapat 12.000.000 : 2= Rp6.000.000,00

Radd

Radd adalah kebalikan dari 'aul. Radd adalah kondisi di mana jumlah siham kurang dari ashlul mas'alah.

Ashlul mas'alah ketika kasus radd

Ketika menemukan kasus radd, maka, jumlah sihamlah yang jadi ashlul mas'alah kita. Hal ini juga berimplikasi di kasus ketika kita membutuhkan tashihuh mas'alah. Angka setelah radd-lah yang jadi ashlul mas'alah kita.

Contoh masalah:

Seseorang wafat dan meninggalkan: ibu dan dua saudara seibu

Maka, ibu mendapat 1/6, dua saudara seibu mendapat 1/3

Ashlul mas'alah 6

Siham ibu: 6 : 6 x 1= 1

Siham dua saudara seibu: 6 : 3 x 1= 2

Jika kita tulis:


Kita lihat bahwa radd adalah kebalikan dari 'aul.

Jika jumlah harta warisan Rp30.000.000,00, maka:

Nilai satu siham: 30.000.000 : 3= Rp10.000.000,00

Bagian ibu: 1 x 10.000.000= Rp10.000.000,00

Bagian dua saudari seibu: 2 x 20.000.000= Rp20.000.000,00, satu saudari seibu mendapat: 20.000.000 : 2= Rp10.000.000,00.

Ilmu Waris: Menghitung Warisan (2)

Dalam beberapa case, kita menemukan bahwa perhitungan warisan membutuhkan sedikit modifikasi ashlul mas'alah. Modifikasi ashlul mas'alah dibutuhkan ketika kita tidak bisa membagi siham ke para ahli waris dengan bilangan yang bulat. Ahli fikih selalu mengupayakan agar bilangan-bilangan dalam perhitungan selalu bulat. Modifikasi ashlul mas'alah disebut dengan tashihul mas'alah

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: lima anak perempuan dan lima saudara kandung

Maka, lima anak perempuan mendapat 2/3 dan lima saudara kandung mendapat sisa secara ashabah.

Ahli waris: lima anak perempuan 2/3, lima saudara kandung sisa

Ashlul mas'alah = 3

Siham lima anak perempuan = 3 : 3 x 2 = 2

Siham lima saudara kandung = 3 - 2 = 1

Di kasus ini kita lihat bahwa kita harus membagi rata dua siham ke lima kepala anak perempuan, begitu juga kita harus membagi satu siham ke lima kepala anak perempuan, yang mana hasilnya bukan bilangan bulat. Maka, kita membutuhkan modifikasi ashlul mas'alah.

Ada empat hubungan angka yang perlu kita pahami untuk mengetahui cara melakukan tashihul mas'alah. Disarankan untuk menulis sendiri di kertas masing-masing contoh-contoh yang diberikan di bawah dengan metode penulisan seperti di postingan sebelumnya agar membantu pemahaman.

1. Tamatsul (التماثل)

Yakni ketika jumlah kepala ahli waris yang menjadi sebab kita butuh tashihul mas'alah sama dengan jumlah kepala ahli waris lainnya yang juga jadi sebab kita butuh tashihul mas'alah. Misal: lima dengan lima, enam dengan enam.

Cara tashihul mas'alah untuk kasus tamatsul: kalikan angka jumlah kepala salah satu ahli waris tersebut dengan ashlul mas'alah. Hasilnya adalah ashlul mas'alah baru. Setelah itu, jangan lupa juga untuk mengalikan juga angka jumlah kepala salah satu ahli waris tersebut dengan siham masing-masing ahli waris untuk perhitungan bagian warisan.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: lima anak perempuan dan lima saudari kandung.

Maka, lima anak perempuan mendapat 2/3, lima saudari kandung mendapat sisa secara ashabah

Ahli waris: lima anak perempuan 2/3, lima saudari kandung sisa

Ashlul mas'alah: 3

Siham lima anak perempuan: 3 : 3 x 2 = 2

Siham lima saudari kandung: 3 - 2 = 1

Di sini kita melihat bahwa kita harus membagi 2 siham ke 5 kepala anak perempuan dan membagi 1 siham ke 5 kepala saudari kandung, dan semuanya tidak bisa menghasilkan bilangan bulat.  Maka, kita perlu tashihul mas'alah. Kita lihat bahwa jumlah kepala dari dua golongan ahli waris (anak perempuan dan saudari kandung) sama-sama 5, maka ini adalah tamatsul.

Ashlul mas'alah setelah tashih: 3 (ashlul mas'alah awal) x 5 (jumlah kepala salah satu golongan ahli waris) = 15

Setelah dapat ashlul mas'alah baru, kalikan juga jumlah kepala salah satu golongan ahli waris tadi (5) ke siham masing-masing:

Siham lima anak perempuan: 2 (siham awal) x 5 (jumlah kepala salah satu golongan ahli waris) = 10

Siham lima saudari kandung: 1 (siham awal) x 5 (jumlah kepala salah satu golongan ahli waris) = 5

Maka, jika kita ingin membagi harta waris sebesar Rp15.000.000,00, maka sebagaimana step yang telah kita pelajari sebelumnya, kita hitung dulu nilai satu siham:

Nilai satu siham: 15.000.000 : 15 (ashlul mas'alah baru) = 1.000.000

Bagian lima anak perempuan: 10 (siham baru) x 1.000.000 = Rp10.000.000,00. Tiap anak perempuan mendapat: 10.000.000 : 5 (kepala anak perempuan) = Rp2.000.000,00

Bagian lima saudari kandung: 5 (siham baru) x 1.000.000 = Rp5.000.000,00. Tiap saudari kandung mendapat: 5.000.000 : 5 (kepala saudari kandung) = Rp1.000.000,00.

2. Tawafuq (التوافق)

Tawafuq adalah ketika jumlah kepala ahli waris yang menjadi sebab kita butuh tashihul mas'alah memiliki angka yang sama-sama bisa dibagi secara bulat dengan jumlah kepala ahli waris lainnya yang juga jadi sebab kita butuh tashihul mas'alah. Contoh: 4 dan 6, dua angka ini sama-sama bisa dibagi dengan angka 2. 6 dan 16, dua angka ini sama-sama bisa dibagi dengan angka 2. 21 dan 27, dua angka ini sama-sama bisa dibagi dengan angka 3.

Cara tashihul mas'alah untuk kasus tawafuq: kalikan setengah dari salah satu angka dengan angka lainnya. Kemudian kalikan hasilnya dengan ashlul mas'alah sehingga menghasilkan ashlul mas'alah baru. Jangan lupa juga mengalikan hasil pengalian pertama tadi dengan masing-masing siham untuk untuk perhitungan bagian warisan.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: empat istri, enam anak perempuan, dan paman

Maka, empat istri mendapat 1/8, enam anak perempuan mendapat 2/3, paman mendapat sisa secara ashabah

Ahli waris: empat istri 1/8, enam anak perempuan 2/3, paman mendapat sisa

Ashlul mas'alah: 24

Siham empat istri: 24 : 8 x 1 = 3

Siham enam anak perempuan: 24 : 3 x 2 = 16

Siham paman: 24 - 16 - 3 = 5

Kita lihat bahwa kita harus membagi rata 3 siham ke 4 kepala istri dan kita harus membagi rata 16 siham ke 6 kepala anak perempuan, dan semuanya tidak bisa menghasilkan bilangan bulat. Maka, kita perlu melakukan tashihul mas'alah. Kita lihat bahwa jumlah kepala dari dua golongan ahli waris (istri dan anak perempuan) 4 dan 6, kita lihat bahwa dua angka ini sama-sama bisa dibagi 2, maka hubungan angka ini adalah tawafuq.

Ashlul mas'alah setelah tashih: 2 (setengah dari salah satu angka (misal kita ambil jumlah kepala istri, yakni 4)) x 6 (angka yang satu lagi, yakni jumlah kepala anak perempuan) = 12. Setelah itu kalikan hasil (12) dengan ashlul mas'alah (24) dan menghasilkan 288

Setelah dapat ashlul mas'alah baru, kalikan juga hasil pengalian pertama (12) ke siham masing-masing:

Siham empat istri: 3 (siham awal) x 12 (hasil pengalian pertama) = 36

Siham enam anak perempuan: 16 (siham awal) x 12 (hasil pengalian pertama) =192

Siham paman: 5 (siham awal) x 12 (hasil pengalian pertama) = 60

Maka, jika kita ingin membagi harta waris sebesar Rp288.000.000,00, maka sebagaimana step yang telah kita pelajari sebelumnya, kita hitung dulu nilai satu siham:

Nilai satu siham: 288.000.000 : 288 (ashlul mas'alah baru) = 1.000.000

Bagian empat istri: 36 (siham baru) x 1.000.000 = Rp36.000.000,00. Tiap istri mendapat: 36.000.000 : 4 (kepala istri) = Rp9.000.000,00

Bagian enam anak perempuan: 192 (siham baru) x 1.000.000 = Rp192.000.000,00. Tiap anak perempuan mendapat: 192.000.000 : 6 (kepala anak perempuan) = Rp32.000.000,00.

 Bagian paman: 60 (siham baru) x 1.000.000 = Rp60.000.000,00.

3. Tadakhul (التداخل)

Tadakhul adalah ketika angka jumlah kepala ahli waris terbesar yang menjadi sebab kita butuh tashihul mas'alah bisa dibagi secara bulat dengan angka jumlah kepala ahli waris lainnya yang juga jadi sebab kita butuh tashihul mas'alah. Contoh: 2 dan 4, kita tahu 4 bisa dibagi 2 menghasilkan bilangan bulat. 8 dan 4, kita tahu 8 bisa dibagi 4 menghasilkan bilangan bulat.

Cara tashihul mas'alah untuk kasus tadakhul: kalikan angka terbesar dengan ashlul mas'alah. Hasilnya adalah ashlul mas'alah baru. Jangan lupa juga untuk mengalikan angka terbesar dengan siham masing-masing untuk perhitungan bagian warisan.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: dua istri, dua saudari kandung, empat saudara seayah

Maka, dua istri mendapat 1/4, dua saudari kandung mendapat 2/3, empat saudara seayah mendapat sisa secara ashabah

Ahli waris: dua istri 1/4, dua saudari kandung 2/3, empat saudara seayah mendapat sisa

Ashlul mas'alah: 12

Siham dua istri: 12 : 4 x 1 = 3

Siham dua saudari kandung: 12 : 3 x 2 = 8

Siham empat saudara seayah: 12 - 8 - 3 = 1

Kita lihat bahwa kita harus membagi rata 3 siham ke 2 kepala istri dan kita harus membagi rata 1 siham ke 4 kepala saudara seayah, dan semuanya tidak bisa menghasilkan bilangan bulat. Maka, kita perlu melakukan tashihul mas'alah. Kita lihat bahwa jumlah kepala dari dua golongan ahli waris (istri dan saudara seayah) 2 dan 4, kita lihat bahwa angka 4 bisa membagi 2 secara bulat, maka hubungan angka ini adalah tadakhul.

Ashlul mas'alah setelah tashih: 12 (ashlul mas'alah) x 4 (angka terbesar di antara 4 dan 2) = 48

Setelah dapat ashlul mas'alah baru, kalikan juga angka terbesar (4) ke siham masing-masing:

Siham dua istri: 3 (siham awal) x 4 (angka terbesar) = 12

Siham dua saudari kandung: 8 (siham awal) x 4 (angka terbesar) = 32

Siham empat saudara seayah: 1 (siham awal) x 4 (angka terbesar) = 4

Maka, jika kita ingin membagi harta waris sebesar Rp96.000.000,00, maka sebagaimana step yang telah kita pelajari sebelumnya, kita hitung dulu nilai satu siham:

Nilai satu siham: 96.000.000 : 48 (ashlul mas'alah baru) = 2.000.000

Bagian dua istri: 12 (siham baru) x 2.000.000 = Rp24.000.000,00. Tiap istri mendapat: 24.000.000 : 2 (kepala istri) = Rp12.000.000,00

Bagian dua saudari kandung: 32 (siham baru) x 2.000.000 = Rp64.000.000,00. Tiap saudari kandung mendapat: 64.000.000 : 2 (kepala saudari kandung) = Rp32.000.000,00.

Bagian empat saudara seayah: 4 (siham baru) x 2.000.000 = Rp8.000.000,00. Tiap saudara seayah mendapat: 8.000.000 : 4 (kepala saudara seayah) = Rp2.000.000,00.

4. Tabayun (التباين)

Tabayun adalah ketika angka jumlah kepala ahli waris yang menjadi sebab kita butuh tashihul mas'alah tidak bisa dibagi secara bulat, tidak punya angka yang bisa membagi secara bulat dengan angka jumlah kepala ahli waris lainnya yang juga jadi sebab kita butuh tashihul mas'alah. Contoh: 2 dan 3, kita tahu 3 tidak bisa membagi 2, dan tidak ada juga angka yang bisa membagi mereka.

Cara tashihul mas'alah untuk kasus tabayun: kalikan angka-angka tersebut satu sama lain. Kemudian hasilnya kalikan dengan ashlul mas'alah. Hasilnya adalah ashlul mas'alah baru. Jangan lupa juga untuk hasil pengalian pertama dengan siham masing-masing untuk perhitungan bagian warisan.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: dua istri, tiga saudari kandung, paman

Maka, dua istri mendapat 1/4, tiga saudari kandung mendapat 2/3, paman mendapat sisa secara ashabah

Ahli waris: dua istri 1/4, tiga saudari kandung 2/3, paman mendapat sisa

Ashlul mas'alah: 12

Siham dua istri: 12 : 4 x 1 = 3

Siham tiga saudari kandung: 12 : 3 x 2 = 8

Siham paman: 12 - 8 - 3 = 1

Kita lihat bahwa kita harus membagi rata 3 siham ke 2 kepala istri dan kita harus membagi rata 8 siham ke 3 kepala saudari kandung, dan semuanya tidak bisa menghasilkan bilangan bulat. Maka, kita perlu melakukan tashihul mas'alah. Kita lihat bahwa jumlah kepala dari dua golongan ahli waris (istri dan saudari kandung) 2 dan 3, kita lihat bahwa angka 3 tidak bisa membagi 2 secara bulat, dan tidak ada juga angka yang bisa membagi kedua angka ini secara bulat, maka hubungan angka ini adalah tabayun.

Ashlul mas'alah setelah tashih: 2 (jumlah kepala istri) x 3 (jumlah kepala saudari kandung) = 6. Kalikan hasil pengalian pertama (6) dengan ashlul mas'alah (12) sehingga menghasilkan 72.

Setelah dapat ashlul mas'alah baru, kalikan juga hasil pengalian pertama (6) ke siham masing-masing:

Siham dua istri: 3 (siham awal) x 6 (hasil pengalian pertama) = 18

Siham tiga saudari kandung: 8 (siham awal) x 6 (hasil pengalian pertama) = 48

Siham paman: 1 (siham awal) x 6 (hasil pengalian pertama) = 6

Maka, jika kita ingin membagi harta waris sebesar Rp72.000.000,00, maka sebagaimana step yang telah kita pelajari sebelumnya, kita hitung dulu nilai satu siham:

Nilai satu siham: 72.000.000 : 72 (ashlul mas'alah baru) = 1.000.000

Bagian dua istri: 18 (siham baru) x 1.000.000 = Rp18.000.000,00. Tiap istri mendapat: 18.000.000 : 2 (kepala istri) = Rp9.000.000,00

Bagian tiga saudari kandung: 48 (siham baru) x 1.000.000 = Rp48.000.000,00. Tiap saudari kandung mendapat: 48.000.000 : 3 (kepala saudari kandung) = Rp16.000.000,00.

Bagian paman: 6 (siham baru) x 1.000.000 = Rp6.000.000,00.

Tuesday, February 1, 2022

Ilmu Waris: Menghitung Warisan (1)

 Setelah memahami konsep dan istilah dalam ilmu waris, kita masuk ke perhitungan warisan. Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dulu sebelum mulai menghitung.

1. Ashlul Mas'alah (اصل المسألة)

Ashlul mas'alah adalah angka terkecil yang bisa membagi penyebut dari bagian ahli waris.

Ada kaidah dalam menentukan ashlul mas'alah:

a. Jika ahli waris semuanya ashabah, maka ashlul mas'alah adalah sejumlah kepala ahli waris.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: lima anak laki-laki

Kelima anak laki-laki mewarisi seluruh harta secara ashabah, maka ashlul mas'alah adalah 5.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: satu anak laki-laki dan dua anak perempuan

Anak mewarisi seluruh warisan secara ashabah. Karena bagian anak laki-laki dua kali perempuan, kita anggap satu anak laki-laki = dua kepala. Maka, jumlah kepala ada empat sehingga ashlul mas'alah adalah 4.

b. Jika terdapat satu ashabul furudh (dan sisanya diwarisi secara ashabah), maka ashlul mas'alah adalah penyebut dari bagian ashabul furudh tersebut.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: anak perempuan dan saudara kandung

Maka, anak perempuan mendapat 1/2 dan saudara kandung mendapat sisa secara ashabah. Ashlul mas'alah adalah 2 (penyebut dari ashabul furudh yakni anak perempuan).

c. Jika terdapat beberapa ashabul furudh, maka ashlul mas'alah adalah angka terkecil yang bisa membagi penyebut dari seluruh bagian ahli waris.

Angka ini berkisar antara: 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: suami dan saudari kandung

Maka, suami mendapat 1/2 dan saudari kandung mendapat 1/2. Terdapat beberapa ashabul furudh, maka kita memakai kaidah c. Terdapat dua bagian ahli waris di sini yakni 1/ 2 dan 1/2. Kita pahami dari angka (2, 3, 4, 6, 8, 12, 24) bahwa angka 2 adalah angka terkecil yang bisa membagi secara bulat kepada penyebut ahli waris. Maka ashlul mas'alah adalah 2.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: suami, ayah, ibu, saudari kandung, saudara seayah

Maka, suami mendapat 1/2, ibu dapat 1/6, ayah mendapat sisa secara ashabah, saudari kandung terhijab oleh ayah, dan saudara seayah terhijab oleh ayah.

Ahli waris: suami 1/2, ibu 1/6, ayah ashabah

Kita lihat bahwa ada dua ashabul furudh (suami dan ibu). Berapa angka terkecil yang bisa membagi dua penyebut ashabul furudh tersebut (2 dan 6) secara bulat? Angka terkecilnya adalah 6. Maka, ashlul mas'alah adalah 6

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: suami, ibu, ayah, dan anak laki-laki

Maka, suami mendapat 1/4, ibu 1/6, ayah 1/6, anak laki-laki mendapat sisa secara ashabah.

Ahli waris: suami 1/4, ibu 1/6, ayah 1/6, anak laki-laki sisa

Ada tiga ashabul furudh dengan penyebut bagian masing-masing (4, 6, 6). Berapa angka terkecil yang bisa membagi ketiga penyebut secara bulat? Angka terkecilnya adalah 12. Maka, ashlul mas'alah adalah 12.

Contoh: seseorang wafat dan meninggalkan: istri, dua anak perempuan, ibu, dan saudara kandung

Maka, istri mendapat 1/8, dua anak perempuan 2/3, ibu 1/6, dan saudara kandung mendapat sisa secara ashabah.

Ahli waris: istri 1/8, dua anak perempuan 2/3, ibu 1/6, saudara kandung sisa

Ada tiga ashabul furudh dengan penyebut masing-masing (8, 3, 6). Berapa angka terkecil yang bisa membagi ketiga penyebut secara bulat? Angka terkecilnya adalah 24. Maka, ashlul mas'alah adalah 24.

2. Siham (السهام)

Siham adalah bagian yang ahli waris dapat dari harta warisan.

Cara mendapatkan siham masing-masing ahli waris:

- Jika semua ahli waris adalah ashabul furudh, maka cara mendapatkan siham masing-masing adalah dengan membagi ashlul mas'alah dengan penyebut bagian mereka, kemudian mengalikan dengan pembilang bagiannya.

- Jika terdapat ahli waris ashabah bersama ashabul furudh, maka pertama cari siham ashabul furudh dengan cara di poin atas. Setelah ketemu siham para ashabul furudh, siham ashabah adalah sisanya alias ashlul mas'alah dikurangi jumlah siham para ashabul furudh

Contoh 1: seseorang wafat dan meninggalkan: suami dan saudari kandung

Maka, suami mendapat 1/2, saudari kandung 1/2.

Ahli waris: suami 1/2, saudari kandung 1/2

Ashlul mas'alah= 2 (karena 2 adalah angka terkecil yang bisa membagi penyebut bagian para ashabul furudh secara bulat. Liat lagi cara mencari ashlul mas'alah)

Siham suami= 2 (ashlul mas'alah) : 2 (penyebut bagian suami) x 1 (pembilang bagian suami) = 1

Siham saudari kandung= 2 (ashlul mas'alah) : 2 (penyebut bagian saudari kandung) x 1 (pembilang bagian saudari kandung) = 1


 

Contoh 2: seseorang wafat dan meninggalkan: dua saudari seayah dan dua saudara seibu

Maka, dua saudari seayah mendapat 2/3 dan dua saudara seibu mendapat 1/3

Ahli waris: dua saudari seayah 2/3, dua saudara seibu 1/3

Ashlul mas'alah= 3

Siham dua saudari seayah= 3 (ashlul mas'alah) : 3 (penyebut bagian dua saudari seayah) x 2 (pembilang bagian dua saudari seayah) = 2

Siham dua saudara seibu= 3 (ashlul mas'alah) : 3 (penyebut bagian dua saudara seibu) x 1 (pembilang bagian dua saudara seibu) = 1


 

Contoh 3: seseorang wafat dan meninggalkan: istri, anak perempuan, cucu perempuan, dan cucu laki-laki

Maka, istri mendapat 1/8, anak perempuan 1/2, cucu perempuan dan cucu laki mendapat sisa secara ashabah, bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.

Ahli waris: istri 1/8, anak perempuan 1/2, cucu perempuan dan cucu laki-laki sisa

Ashlul mas'alah: 8

Siham istri= 8 : 8 x 1 = 1

Siham anak perempuan= 8 :2 x 1 = 4

Siham ashabah (cucu perempuan dan cucu laki-laki) = 8 (ashlul mas'alah) - 1 (siham istri) - 4 (siham anak perempuan) = 3.

Karena bagian laki-laki dua kali bagian perempuan, kita anggap satu laki-laki = dua kepala, maka total kepala para cucu ada 3 (cucu perempuan 1 + cucu laki-laki 2). Sehingga, siham cucu perempuan 1 dan cucu laki-laki 2.


 Ketika praktek menghitung warisan, disarankan menuliskan seperti yang tertera di gambar agar lebih mudah dalam menyelesaikan perhitungannya. Kita bisa mencoba-coba sendiri dengan berbagai case dan dengan jalan seperti di gambar.

Menghitung besaran warisan per orang

Ketika siham sudah didapatkan, maka kita bisa menggunakannya untuk menemukan besaran warisan yang diterima per orang.

Kita gunakan contoh 1 sebagai contoh perhitungan.

Harta warisan sebesar Rp40.000.000,00  

Ashlul mas'alah = 2

Siham suami = 1

Siham saudari kandung = 1

Pertama, kita cari dahulu berapa nilai satu siham. Caranya adalah membagi harta warisan dengan ashlul mas'alah. 40.000.000 : 2 = 20.000.000. Dari sini, kita dapat satu siham = 20.000.000.

Kedua, kalikan siham masing-masing dengan nilai per satu siham tadi.

Bagian suami: 1 x 20.000.000 = Rp20.000.000,00

Bagian saudari kandung: 1 x 20.000.000 = Rp20.000.000,00

Kita coba lagi dengan contoh 3.

Total harta warisan = Rp240.000.000,00

Ashlul mas'alah = 8

Siham istri = 1

Siham anak perempuan = 4

Siham cucu perempuan = 1

Siham cucu laki-laki = 2

Nilai satu siham: 240.000.000 : 8 = 30.000.000

Bagian istri: 1 x 30.000.000 = Rp30.000.000,00

Bagian anak perempuan: 4 x 30.000.000 = Rp120.000.000,00

Bagian cucu perempuan: 1 x 30.000.000 = Rp30.000.000,00

Bagian cucu laki-laki: 2 x 30.000.000 = Rp60.000.000,00



Ilmu Waris: Hijab

 Hijab adalah kondisi di mana ahli waris tidak mendapat warisan karena terhalangi oleh ahli waris lainnya.

Ada enam orang yang tidak akan terhijab alias pasti mendapat warisan:

1. Istri 

2. Suami

3. Ibu

4. Ayah

5. Anak laki-laki

6. Anak perempuan

Ada kaidah yang telah dibuat ahli fikih dalam hijab:

1. Jika ada seseorang yang dilewati oleh seseorang dalam kekerabatan, maka ia tidak mewarisi selama ada orang tersebut. Contoh: kakek tidak mewarisi jika ada ayah karena kakek dilewati oleh ayah dahulu. Cucu (anak dari anak laki-laki) tidak mewarisi jika ada anak laki-laki.

2. Orang yang lebih dekat kekerabatannya dengan mayit menghijab yang lebih jauh. Kaidah ini lebih umum daripada kaidah nomor satu karena bisa jadi antara dua orang tidak saling melewati. Contoh: anak laki-laki (si A) menghijab cucu laki-laki walaupun cucu laki-laki tersebut bukan anak si A (misalnya, cucu laki-laki ini adalah anak dari anak mayit yang lain). Begitu juga saudara menghijab paman. Walau tidak melewati, saudara lebih dekat kekerabatannya daripada paman (lihat sisi-sisi di bagian ashabah binnafsi).

3. Orang yang kekerabatannya lebih kuat menghijab yang lebih lemah. Kondisi ini terjadi di sisi saudara (أخوة) dan paman (عمومة) (lihat sisi-sisi di bagian ashabah binnafsi). Contoh: saudara kandung menghijab saudara seayah atau paman kandung menghijab paman seayah. Begitu juga keponakan kandung (anak dari saudara kandung) menghijab keponakan dari saudara seayah.

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...