Syariat Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan, termasuk di antaranya soal makanan. Makanan yang sering kali menghadirkan keraguan pada kita atas kehalalannya adalah daging, entah itu ayam, sapi, dan hewan sembelihan lainnya. Hal ini dikarenakan Islam memiliki aturan terkait tata cara penyembelihan sehingga daging yang kita konsumsi halal hukumnya.
Pada prakteknya, kita sering kali tidak tahu mengenai status kehalalannya. Apakah daging tersebut benar disembelih sesuai syariat? Tentu sulit mengetahuinya dengan pasti. Ulama telah menjelaskan terkait hal ini.
Imam as-Suyuthi menjelaskan dalam al-Asybâh wa al-Nadzhâir:
مثل أن نجد شاة في بلد فيها مسلمون ومجوس فلا يحل حتى يعلم أنها ذكاة مسلم لأنها أصلها حرام وشككنا في ذكاة المبيحة فلو كان الغالب فيها المسلمون جاز الأكل عملا بالغالب المفيد للظهور
Misal: jika kita menemukan domba (yang tersembelih) di negara yang terdapat muslim dan majusi maka dagingnya tidak halal sampai jelas diketahui bahwa itu sembelihan muslim karena pada asalnya ia (sembelihan) haram dan kita ragu bahwa dia disembelih sesuai syariat atau tidak. Jika kita menemukannya di negara yang mayoritas muslim maka kita boleh memakannya, beramal dengan kemayoritasan tersebut.
Dr. Muhammad az-Zuhaili juga menjelaskan dalam Al-Qawâ’id al-Fiqhiyyah wa Tathbîqâtuhâ fi al-Madzhab al-Syâfi’î:
الأصل في الذبائح التحريم ما لم يثبت ذبحها حسب الطريقة الشرعية من المسلم و الكتابي
Pada asalnya, hewan sembelihan itu haram hukumnya hingga kita tahu penyembelihannya itu dilakukan secara syariat dilakukan oleh muslim dan ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi)
Sebagaimana kita tahu, sembelihan ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi) juga halal untuk dimakan.
Q.S 5:5
اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka.
Ssehingga, jika kita sedang berada di negara mayoritas muslim atau negara mayoritas Nasrani/Yahudi, maka daging di sana halal untuk dimakan bersandar dengan prasangka kuat bahwa daging tersebut sembelihan mereka. Ini yang menyebabkan kita tidak perlu bertanya kepada tukang pecel ayam di sebelah rumah kita apakah ayamnya disembelih dengan syariat Islam atau tidak.
Namun, jika kita sedang berada di negara mayoritas non muslim dan juga bukan mayoritas ahlul kitab, maka dagingnya dihukumi haram dimakan karena prasangka kuat kita mengatakan bahwa daging tersebut tidak disembelih sesuai syariat.
Makanan lain yang tidak diketahui halal/haram
Bagaimana jika terdapat makanan selain daging yang kita tidak tahu apakah ia halal/haram?
Terdapat kaidah fikih: al-Ashlu fi al-Asya' al-Ibâhah (hukum asal pada sesuatu adalah kebolehan/mubah). Di antara penerapannya, sebagaimana yang dijelaskan Dr. Muhammad az-Zuhaili:
المأكولات و المشروبات والملبوسات والصرفات مما لم يرد فيه دليل يحل أو دليل يحرم فالأصل الإباحة
Makanan, minuman, pakaian, transaksi, selama tidak ada dalil yang menghalalkan juga mengharamkan, maka ia kembali ke hukum asal: boleh
Pada asalnya, hukum makanan, minuman itu boleh/halal, kecuali jelas bahwa dia haram. Sehingga, kita tidak perlu selalu menyelidiki kehalalan makanan selama ia jelas bukan zat haram.
Adapun, di konteks zaman sekarang, di mana terdapat banyak makanan/minuman yang berasal dari kebudayaan negara non-muslim dan bukan mayoritas ahlul kitab (seperti Jepang, Korea), maka ada baiknya kita menanyakan ulang kehalalan makanannya pada penjual karena prasangka kita mengatakan bahwa mereka berusaha membuat makanan/minumannya semirip mungkin dengan makanan/minuman di negara asalnya yang mana bahannya sering kali berasal dari zat-zat haram sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian). Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment