Menjaga keturunan secara umum
bermakna penjagaan terhadap manusia, dan secara khusus bermakna penjagaan
terhadap keluarga yang mana ia merupakan bagian pertama dalam pembentukan
masyarakat yang baik.
Dari sini, Islam memberi
perhatian khusus terhadap nasab. Ia mengharamkan pernikahan seseorang dengan mahramnya,
serta menganjurkan untuk tidak menikahi kerabat yang nasabnya berdekatan,
karena dapat melahirkan keturunan yang lemah (sebagaimana juga menurut ilmu kedokteran
masa kini).
Islam juga memberi perhatian
terhadap pernikahan. Ia merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk keluarga
dalam Islam. Keluarga merupakan instrumen pertama dalam pembentukan sebuah
masyarakat yang baik, sehingga keluarga dalam Islam diharapkan mampu melahirkan
ketenangan, dan pendidikan yang baik, sehingga keturunan-keturunan yang
dihasilkan kelak mampu menjadi pembangun peradaban yang lebih baik.
Dewasa ini, terdapat banyak praktek-praktek
yang bertentangan dengan poin hifdz an-nasl ini, seperti misalnya
praktek “kumpul kebo”, yaitu ketika sebuah pasangan hidup bersama tanpa ada
ikatan pernikahan, dan hubungan sesama jenis. Selain itu, ada juga bentuk
kemajuan sains saat ini yang dinilai membahayakan hubungan manusia dan
keluarga, seperti cloning.
Keluarga Berencana
Dalam permasalahan kontemporer,
terdapat wacana tentang keluarga berencana. Yaitu program yang dirancang untuk
menekan laju populasi dengan membatasi kelahiran yang terjadi pada setiap keluarga.
Bagaimana pandangan Islam terkait ini? Apakah ia bertentangan dengan prinsip hifdz
an-nasl?
Pertama, kita mesti mengingat
kembali dua prinsip awal yang telah kita bahas, yaitu menjaga agama, dan menjaga
akal, kita mesti mengingat bahwa syariah tidak akan bertentangan dengan
prinsip maqashid syariah yang lain.
Lalu, kita juga mesti memahami
bahwa banyaknya jumlah tidak selalu berbanding lurus dengan sesuatu yang baik.
Rasulullah ﷺ menggambarkan umat yang lemah sebagai “buih
di lautan”, banyak tapi tidak berdampak.
Al-Qur’an juga menggambarkan dalam
QS 2:249 bahwa terdapat segolongan yang kecil secara jumlah, mampu mengalahkan
golongan yang besar,
كم من
فئة قليلة غلبت فئة كثيرة بإذن الله
Betapa banyak golongan yang
kecil mengalahkan golongan yang besar atas izin Allah
Termasuk di antaranya, perang
hunain yang pernah dilalui umat muslim, saat itu jumlah umat muslim begitu
banyak, hingga mereka merasa takjub, dan musuh mereka mengatakan bahwa mereka
tidak akan menang saat itu karena banyaknya umat muslim saat itu. Akan tetapi
Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an bahwa saat itu bumi yang luas terasa sempit
bagi umat muslim, dan mereka berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.
Umat muslim saat ini berjumlah
kurang lebih 1/5 dari penduduk bumi, akan tetapi kita seakan tidak memiliki power
apapun. Bukankah ini yang dimaksud dengan nabi sebagai “buih di lautan”?
Sesungguhnya Islam mengharamkan
pemaksaan bentuk keluarga berencana yang memaksa sebuah keluarga hanya memiliki
satu anak, atau dengan sterilisasi dengan tujuan mencegah kehamilan (kecuali dengan
alasan medis). Adapun, Islam membolehkan keluarga berencana dengan bentuk
menjauhkan periode kehamilan, agar setiap anak mendapat haknya secara sempurna,
baik dari sisi ASI, maupun pengasuhan.
Imam Al-Ghazali mengatakan dalam ihya
ulumiddin mengenai sebab dibolehkannya mencegah kehamilan,
الخوف من
كثرة الحرج بسبب كثرة الأولاد, أو استبقاء جمال المرأة, و نضرتها التي يخشى من تأثرها
بكثرة
الحمل
Rasa takut akan banyaknya
kesulitan yang didapat karena banyaknya anak, atau untuk mempertahankan kecantikan
perempuan, karena banyaknya hamil dikhawatirkan memberi bekas pada kecantikan
perempuan
Terakhir, agar lebih kontekstual,
Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq dalam kitabnya maqashid asy-syariah wa dharurah
at-tajdid mengambil contoh dari apa yang terjadi di Mesir.
Setiap tahun, setidaknya ada satu
sampai tiga juta anak yang dilahirkan di mesir, dan mereka membutuhkan makanan,
perawatan, obat, tempat tinggal, Pendidikan, dan sebagainya. Adapun, pendapatan
negara Mesir terbatas, hanya dari pajak, minyak, pariwisata, dan ekspor, dan
hal ini tidak bisa mencukupi segala kebutuhan dari banyaknya anak yang dilahirkan
di Mesir.
Kondisi ini membuat Mesir harus
berhutang kepada pihak lain. Dan hal ini bukanlah hal yang baik, karena hutang
membuat negara berada dalam pengaruh pihak lain. Hal ini membatasi kebebasan
suatu negara. Secara akal, dan syar’i, kita paham bahwa, haruslah
terdapat sistem untuk membatasi kelahiran yang begitu banyak di Mesir dalam
rangka mewujudkan maslahat bagi generasi di masa depan dan Mesir secara umum.
Rasulullah ﷺ berwasiat untuk tidak meninggalkan keluarga kita dalam keadaan
fakir sepeninggal kita,
لأن تذر
ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتفككون الناس
Kamu meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan kaya/tercukupi lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam
keadaan bergantung pada orang lain
Tidak adanya tempat tinggal juga
menyebabkan banyaknya anak-anak yang tinggal di jalanan. Hal ini dapat
menyebabkan mereka terpapar hal negatif, seperti mengkonsumsi obat-obatan
terlarang -karena pergaulan yang tidak baik, dan tidak mendapat pendidikan yang
baik pula-, dan juga melahirkan kejahatan-kejahatan pula. Menimbang dari
hal-hal ini, maka secara akal dan syar’i, Mesir memiliki kebutuhan
terhadap keluarga berencana ini. Agama datang untuk maslahat masyarakat,
maka tidak ada pertentangan antara hifdz an-nasl, dan keluarga berencana,
karena ia pada hakikatnya menjaga keturunan dari apa-apa yang justru berpotensi
membuatnya lemah, dan berpengaruh buruk bagi masa depan.
No comments:
Post a Comment