Monday, May 4, 2020

Serial Maqashid Syariah #6 : hifdz an-nasl (Menjaga Keturunan)


Menjaga keturunan secara umum bermakna penjagaan terhadap manusia, dan secara khusus bermakna penjagaan terhadap keluarga yang mana ia merupakan bagian pertama dalam pembentukan masyarakat yang baik.

Dari sini, Islam memberi perhatian khusus terhadap nasab. Ia mengharamkan pernikahan seseorang dengan mahramnya, serta menganjurkan untuk tidak menikahi kerabat yang nasabnya berdekatan, karena dapat melahirkan keturunan yang lemah (sebagaimana juga menurut ilmu kedokteran masa kini).

Islam juga memberi perhatian terhadap pernikahan. Ia merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk keluarga dalam Islam. Keluarga merupakan instrumen pertama dalam pembentukan sebuah masyarakat yang baik, sehingga keluarga dalam Islam diharapkan mampu melahirkan ketenangan, dan pendidikan yang baik, sehingga keturunan-keturunan yang dihasilkan kelak mampu menjadi pembangun peradaban yang lebih baik.

Dewasa ini, terdapat banyak praktek-praktek yang bertentangan dengan poin hifdz an-nasl ini, seperti misalnya praktek “kumpul kebo”, yaitu ketika sebuah pasangan hidup bersama tanpa ada ikatan pernikahan, dan hubungan sesama jenis. Selain itu, ada juga bentuk kemajuan sains saat ini yang dinilai membahayakan hubungan manusia dan keluarga, seperti cloning.

Keluarga Berencana
Dalam permasalahan kontemporer, terdapat wacana tentang keluarga berencana. Yaitu program yang dirancang untuk menekan laju populasi dengan membatasi kelahiran yang terjadi pada setiap keluarga. Bagaimana pandangan Islam terkait ini? Apakah ia bertentangan dengan prinsip hifdz an-nasl?

Pertama, kita mesti mengingat kembali dua prinsip awal yang telah kita bahas, yaitu menjaga agama, dan menjaga akal, kita mesti mengingat bahwa syariah tidak akan bertentangan dengan prinsip maqashid syariah yang lain.

Lalu, kita juga mesti memahami bahwa banyaknya jumlah tidak selalu berbanding lurus dengan sesuatu yang baik. Rasulullah menggambarkan umat yang lemah sebagai “buih di lautan”, banyak tapi tidak berdampak.

Al-Qur’an juga menggambarkan dalam QS 2:249 bahwa terdapat segolongan yang kecil secara jumlah, mampu mengalahkan golongan yang besar,
كم من فئة قليلة غلبت فئة كثيرة بإذن الله

Betapa banyak golongan yang kecil mengalahkan golongan yang besar atas izin Allah

Termasuk di antaranya, perang hunain yang pernah dilalui umat muslim, saat itu jumlah umat muslim begitu banyak, hingga mereka merasa takjub, dan musuh mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan menang saat itu karena banyaknya umat muslim saat itu. Akan tetapi Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an bahwa saat itu bumi yang luas terasa sempit bagi umat muslim, dan mereka berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.

Umat muslim saat ini berjumlah kurang lebih 1/5 dari penduduk bumi, akan tetapi kita seakan tidak memiliki power apapun. Bukankah ini yang dimaksud dengan nabi sebagai “buih di lautan”?

Sesungguhnya Islam mengharamkan pemaksaan bentuk keluarga berencana yang memaksa sebuah keluarga hanya memiliki satu anak, atau dengan sterilisasi dengan tujuan mencegah kehamilan (kecuali dengan alasan medis). Adapun, Islam membolehkan keluarga berencana dengan bentuk menjauhkan periode kehamilan, agar setiap anak mendapat haknya secara sempurna, baik dari sisi ASI, maupun pengasuhan.

Imam Al-Ghazali mengatakan dalam ihya ulumiddin mengenai sebab dibolehkannya mencegah kehamilan,

الخوف من كثرة الحرج بسبب كثرة الأولاد, أو استبقاء جمال المرأة, و نضرتها التي يخشى من تأثرها بكثرة
 الحمل
Rasa takut akan banyaknya kesulitan yang didapat karena banyaknya anak, atau untuk mempertahankan kecantikan perempuan, karena banyaknya hamil dikhawatirkan memberi bekas pada kecantikan perempuan

Terakhir, agar lebih kontekstual, Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq dalam kitabnya maqashid asy-syariah wa dharurah at-tajdid mengambil contoh dari apa yang terjadi di Mesir.

Setiap tahun, setidaknya ada satu sampai tiga juta anak yang dilahirkan di mesir, dan mereka membutuhkan makanan, perawatan, obat, tempat tinggal, Pendidikan, dan sebagainya. Adapun, pendapatan negara Mesir terbatas, hanya dari pajak, minyak, pariwisata, dan ekspor, dan hal ini tidak bisa mencukupi segala kebutuhan dari banyaknya anak yang dilahirkan di Mesir.

Kondisi ini membuat Mesir harus berhutang kepada pihak lain. Dan hal ini bukanlah hal yang baik, karena hutang membuat negara berada dalam pengaruh pihak lain. Hal ini membatasi kebebasan suatu negara. Secara akal, dan syar’i, kita paham bahwa, haruslah terdapat sistem untuk membatasi kelahiran yang begitu banyak di Mesir dalam rangka mewujudkan maslahat bagi generasi di masa depan dan Mesir secara umum.

Rasulullah berwasiat untuk tidak meninggalkan keluarga kita dalam keadaan fakir sepeninggal kita,

لأن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة يتفككون الناس
Kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya/tercukupi lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan bergantung pada orang lain

Tidak adanya tempat tinggal juga menyebabkan banyaknya anak-anak yang tinggal di jalanan. Hal ini dapat menyebabkan mereka terpapar hal negatif, seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang -karena pergaulan yang tidak baik, dan tidak mendapat pendidikan yang baik pula-, dan juga melahirkan kejahatan-kejahatan pula. Menimbang dari hal-hal ini, maka secara akal dan syar’i, Mesir memiliki kebutuhan terhadap keluarga berencana ini. Agama datang untuk maslahat masyarakat, maka tidak ada pertentangan antara hifdz an-nasl, dan keluarga berencana, karena ia pada hakikatnya menjaga keturunan dari apa-apa yang justru berpotensi membuatnya lemah, dan berpengaruh buruk bagi masa depan.

No comments:

Post a Comment

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...