Harta dalam konsep Islam pada
hakikatnya merupakan harta Allah. Manusia adalah zat yang Allah berikan kuasa
karena ia merupakan khalifah di muka bumi. Maka, kepemilikan yang asli
merupakan milik Allah.
Manusia, secara fitrahnya telah
diciptakan untuk memiliki rasa cinta terhadap harta. Ia merupakan bagian dari
insting manusia. Kehidupan pun memiliki hukumnya sendiri terhadap harta. Ahmad
Syauqi, seorang penyair berkata,
بالعلم و
المال يبني الناس ملكهم
لم يبن
ملك على الجهل و إقلال
Dengan ilmu dan harta, manusia
membangun kerajaannya
Tidaklah sebuah kerajaan
dibangun atas kebodohan, dan kekurangan
Dengan harta, manusia dapat
mewujudkan banyak kebaikan bagi dirinya, maupun masyarakat, karena
sesungguhnya, jika harta dipergunakan dengan cara yang baik, ia akan
mendatangkan maslahat bagi sekitarnya.
Betapa pentingnya harta, sampai syariat
menjadikan membela harta sebagai pembelaan yang diharta sebagai pembelaan
yang disyariatkan. Barangsiapa yang wafat karena menjaga hartanya, maka
ia terhitung wafat dalam keadaan syahid. Mengapa? Karena, pada saat ia
membela hartanya dari orang yang ingin mengambilnya, secara hakikat, ia membela
harta Allah, dan membela hak masyarakat. Karena harta, secara kepemilikan, ia
bersifat khusus, namun secara manfaat, ia bersifat umum.
Pembelaan terhadap harta ini bisa
dilihat dari dua sisi, yang pertama, ia dibela dari si pemilik harta itu
sendiri, dari penggunaan yang mubadzir dan tidak berguna, yang kedua, ia
dibela dari orang yang ingin merampasnya dengan cara apapun.
Termasuk dalam praktek
pengelolaan harta yang tertolak dalam Islam, yaitu menimbun harta tanpa
mempergunakannya. Pemilik harta dituntut untuk membelanjakan atau
menginvestasikan hartanya, karena di satu sisi, harta tersebut akan tumbuh, dan
di sisi lain, ia bisa membuka pintu rezeki bagi orang lain.
Sesungguhnya, manusia tidaklah
terdiri hanya dari fisik saja, atau ruh saja. Ia merupakan gabungan keduanya,
dan syariah memenuhi hajat manusia dari sisi duniawi dan ukhrawinya
dengan jalan yang moderat. Dunia bukan sesuatu yang harus dijauhkan dari
kehidupan manusia, akan tetapi ia merupakan tempat yang telah ditentukan oleh
Allah bagi manusia untuk dibangun dan diperhatikan.
هُوَ
أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ - 11:61
Dia (Allah) yang menciptakan
kamu dari tanah (bumi), kemudian menjadikan kamu pemakmurnya
Penjagaan akan harta dan
jaminan sosial
Penjagaan akan harta datang
dengan tanggung jawab pula. Tanggung jawab di sini tidak hanya meliputi
menjaganya saja, namun ia juga meliputi bagaimana kita mendapatkannya,
membelanjakannya, dan juga menginvestasikannya. Kesemuanya berfungsi agar harta
tidak terjadi seperti yang digambarkan Al-Qur’an QS 59:7,
دولة بين
الأغنياء
Berputar di kalangan
orang-orang kaya
Islam memiliki berbagai wasilah
dalam menyebarkan manfaat dairi harta, salah satunya adalah zakat, yang bahkan
menjadi salah satu dari rukun Islam. Ini menunjukkan bahwa Islam merupakan
agama sosial, bukanlah agama yang bersifat ruhiyah saja. Tidak hanya
zakat, Islam juga memiliki wasilah yang lain, seperti kafarah atas
sebuah sumpah, melanggar ihram, fidyah, dan lainnya (bisa dibaca
di tulisan penulis yang lain “masalah kemiskinan dan wasilah penyelesaiannya
dalam islam”).
Wasilah-wasilah sosial dalam
Islam, seperti zakat misalnya, manfaatnya bisa dilihat dari dua sisi. Pertama,
dari sisi orang yang fakir, ia mampu mencabut rasa dengki di jiwa mereka, dan
kedua, dari sisi orang yang kaya, ia mampu membuang rasa tamak dari jiwanya.
Kesemuanya kembali kepada maslahat bagi masyarakat keseluruhan.
Akan tetapi, Islam juga merupakan
agama yang sesuai fitrah manusia. Ia tidaklah menolak konsep kepemilikan
individu. Islam mengakuinya. Islam hanya mengajarkan manusia konsep saling
membantu dan mengasihi antar manusia, membantu yang kekurangan, serta menutupi
hajat orang yang membutuhkan. Hal ini pada akhirnya kembali pada upaya Islam
dalam membangun rasa kasih sayang antar manusia.
Terakhir, kita melihat pada apa
yang terjadi pada umat muslim saat ini. Di masa keterbelakangan peradaban, dan
pemikiran ini. Beberapa orang menyempitkan makna ibadah dalam Islam. Mereka
memfokuskan pada ibadah-ibadah yang sifatnya pribadi, dan melalaikan yang
sifatnya sosial.
Sebagai contoh, kita melihat
beberapa orang ada yang melakukan ibadah haji berkali-kali, atau umroh
berkali-kali, namun tidak memberi perhatian lebih pada keadaan sosialnya.
Sesungguhnya Islam mengenal konsep fikih prioritas. Kita melihat bahwa
masyarakat banyak yang berhajat pada tempat tinggal, makanan, akses kesehatan,
sekolah, dsb. Sedangkan ibadah haji misalnya, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri, hanya mengerjakannya sekali dalam
hidupnya.
Dari sini, kita bisa menimbang
bahwa menutupi hajat masyarakat lebih diutamakan dalam syariat, dan
tidak boleh bagi kita untuk membolak-balik yang lebih darurat dengan yang sebaliknya.
Dan ini, merupakan perkara yang seyogyanya bagi setiap muslim untuk mampu
meletakkannya secara bijaksana, dan benar.
No comments:
Post a Comment