Ada keadaan ketika pencampuran niat dapat membatalkan ibadah, contohnya: mencampurkan niat ketika menyembelih hewan antara menyembelih karena Allah dan untuk berhala, maka sembelihannya tidak sah. Begitu juga ketika seseorang dalam posisi masbuk, dan imam dalam keadaan rukuk. Makmum masbuk tadi ber-takbir dengan mencampurkan niat takbiratul ihram dan takbir untuk rukuk, maka salatnya tidak sah karena ada pencampuran niat. Ia mesti terpisah. Tidak sah juga orang yang berniat salat fardhu sekaligus berniat salat sunnah rawatib.
Namun, pencampuran niat juga tidak merusak ibadah di banyak contoh. Misalnya, orang yang berpuasa dengan niat ibadah sekaligus berobat atau diet, orang yang mandi junub atau wudhu sekaligus berniat menyegarkan badan, atau orang yang membaca ayat dalam salat dengan niat membaca bacaan salat sekaligus ingin membuat orang lain faham (terkait makna ayatnya). Bahkan, jika ada orang yang berkata pada orang lain: "Salatlah zuhur, maka aku akan berikan uang," lalu ia salat dengan niat tersebut, maka salatnya sah.
Salah dalam Niat
Jika seseorang salah dalam menentukan niat, maka dalam beberapa kasus, ia tidak membatalkan ibadahnya. Parameternya: Jika ibadah tersebut hanya mewajibkan niat secara umum, tidak mensyaratkan untuk khusus, maka salah dalam niat tidak membatalkannya.
Contohnya: Dalam berwudhu, kita cukup berniat menghilangkan hadas secara umum. Jika seorang laki-laki berniat menghilangkan hadas karena buang angin, padahal faktanya hadasnya karena menyentuh perempuan, maka wudhunya tetap sah, karena wudhu memang hanya mensyaratkan menghilangkan hadas secara umum.
Sebaliknya, dalam ibadah yang mewajibkan berniat dengan menetapkan ibadahnya secara rinci, maka tidak boleh salah. Contoh: Dalam salat, kita wajib menentukan salat apa yang sedang kita lakukan. Jika seseorang salat zuhur dengan niat maghrib, atau salat fardhu dengan niat sunnah, maka salatnya tidak sah.
Referensi: al-Qawâ’id
al-Fiqhiyyah wa Tathbîqâthuhâ fi al-Madzhab al-Syâfi’î
No comments:
Post a Comment