Imam Al-Ghazali dalam Ihyâ’-nya membagi puasa menjadi tiga derajat:
1. Puasa umum (صوم العموم)
2. Puasa khusus (صوم الخصوص)
3. Puasa khusus dari yang paling khusus (صوم خصوص الخصوص)
Puasa pertama adalah menahan perut dan kemaluan dari hal-hal yang membatalkannya (makan, minum, berhubungan badan).
Puasa kedua adalah menahan pendengaran, pandangan, lisan, tangan, kaki, dan segala anggota badan dari dosa. Ini adalah derajat puasa orang-orang saleh. Derajat puasa ini lebih tinggi dibanding yang pertama
Puasa ketiga adalah menahan hati dan pikiran dari hal-hal yg rendah dan bersifat keduniaan, dan mengkhususkannya untuk Allah semata. Ini adalah derajat para Nabi, dan orang-orang yg dekat dengan Allah. Ini adalah derajat paling tinggi dalam puasa.
Ada enam hal yang bisa membuat kita mencapai derajat puasa kedua
1. Menundukkan dan menahan pandangan dari segala hal yang dicela syariat, serta menyibukkan hati untuk mengingat Allah
2. Menahan lisan dari berbicara yang tidak perlu, berbohong, ghibah, mengadu domba, bermusuhan, dan menyibukkannya untuk tilawah dan berdzikir
3. Menahan pendengaran dari mendengar hal yang dicela syariat. Terdapat kaidah: segala yang haram diucapkan, haram juga untuk didengar
4. Menahan tangan dan kaki dari segala yang dicela syariat, dan berbuka dengan makanan yang halal
5. Menahan dari makan dan minum berlebihan saat berbuka. Ruh dari puasa adalah "melemahkan kekuatan" dengan mengurangi makan dan minum karena banyaknya makan dan minum merupakan perantara setan mengantarkan kita pada keburukan dan syahwat. Ketika berbuka dengan berlebihan, kita menghilangkan esensi dari puasa itu sendiri.
6. Memposisikan hati di antara "takut" dan "harap" pada waktu berbuka. "Takut" jika Allah menolak puasanya dan "harap" agar Allah menerima puasanya. Hendaknya perasaan ini ada dalam setiap ibadah kita.
Referensi: Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn
No comments:
Post a Comment