Jika seseorang yang sedang berakad jual-beli memberi syarat pada akadnya, maka, dalam Mazhab Syafi'i, hukumnya bergantung pada jenis syaratnya:
1. Jika syaratnya sejalan dengan tujuan akad, seperti mensyaratkan pengembalian barang jika terdapat cacat pada barang tersebut, maka hukumnya boleh.
2. Jika syaratnya tidak sejalan dengan tujuan akad, namun terdapat maslahat di dalamnya, seperti, mensyaratkan garansi selama tiga hari, atau gadai, atau ada orang yang menjamin pembayaran (الضمين), maka hukumnya boleh.
3. Jika syaratnya berlawanan dengan tujuan akadnya sendiri, seperti seseorang yang menjual rumah kemudian mensyaratkan agar penjual bisa tinggal di rumah tersebut beberapa saat, menjual baju dengan syarat bahwa si penjual yang juga harus menjahitkan bajunya, atau menjual kulit dengan syarat bahwa si penjual yang harus mengolahnya jadi sepatu, maka akad ini bathil (tidak sah).
Terdapat hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah ﷺ berkata:
"Tidak halal jual-beli bersama dengan hutang, tidak halal juga terdapat dua syarat dalam jual-beli, tidak juga mengambil untung atas barang yang tidak bisa dijamin (keberadaannya), dan tidak juga menjual barang yang bukan milikmu."
Maksud dari jual-beli bersama dengan hutang adalah seseorang yang menjual suatu barang dengan mensyaratkan agar si pembeli memberi penjual tersebut hutang. Contoh, si A berkata, "Saya jual buku ini kepadamu dengan harga Rp100.000,00 dengan syarat engkau meminjamkan aku Rp100.000,00."
Sedangkan dua syarat dalam jual-beli, seperti seseorang yang menjual baju kemudian mensyaratkan agar ia yang juga membersihkan dan menjahitnya. Hal ini termasuk yang merusak jual-beli menurut mayoritas ulama. Sedangkan Imam Ahmad berkata bahwa sah jual-beli tersebut. Mayoritas ulama juga mengatakan bahwa satu syarat atau dua syarat sama-sama terlarang.
Contoh dari menjual barang yang tidak bisa dijamin keberadaannya adalah seseorang yang membeli sebuah baju, kemudian ia menjualnya lagi ke orang lain, padahal baju tersebut belum ia terima dari penjual yang pertama.
Sedangkan menjual barang yang bukan menjadi milik maksudnya adalah menjual barang yang tidak berada di bawah kuasa kita. Karena ia tidak bisa diserah-terimakan kepada pembeli.
Contoh syarat-syarat terlarang lainnya yang masuk dalam jenis ini misalnya: Menjual barang dengan syarat si pembeli tidak menyewakan atau menjual lagi barang tersebut kepada orang lain, atau dengan syarat jika si pembeli ingin menjual barangnya, maka ia hanya boleh menjualnya kembali ke si penjual pertama.
Referensi: al-Fiqh al-Syâfi’î al-Muyassar
No comments:
Post a Comment