Jika terdapat nash yang bertentangan satu sama lain, maka terdapat beberapa kemungkinan:
1. Dua-duanya ‘amm
2. Dua-duanya khas
3. Yangg satu ‘amm dan yg satu khas
4. Masing-masing ‘amm di satu sisi, dan khas di satu sisi lainnya
Tentang 'amm dan khas, takhsis: https://muammarfarras.blogspot.com/2020/12/ushul-fiqh-amm-umum.html
Pertentangan nash yg dua-duanya ‘amm
Kaidahnya:
-Kalo mungkin untuk digabungkan (jama’), maka gabungkan.
-Kalau tidak bisa digabungkan, liat waktu turunnya. Jika tidak tahu mengenai itu, maka ditangguhkan sampai menemukan yg merajihkan (menguatkan). Jika tahu, nash yang datang belakangan me-nasakh (menggantikan) yang datang duluan.
Pertentangan nash yang dua-duanya khas
Kaidahnya:
-Kalo mungkin untuk digabungkan, maka gabungkan. Contoh: terdapat hadis Nabi ﷺ berwudhu dan membasuh kakinya. Ada juga hadis Nabi ﷺ berwudhu dan hanya memercikkan kakinya dan Ia ﷺ menggunakan sendal. Bentuk penggabungannya: Nabi ﷺ memercikkan air ke kaki pada wudhu tajdid (memperbarui wudhu saja, tanpa berhadas).
-Kalau tidak mungkin untuk digabungkan, maka lihat waktu turunnya. Jika tidak tahu, maka ditangguhkan sampai menemukan yang me-rajih-kan. Jika tahu, maka nash yang datang belakangan me-nasakh (menggantikan) yang datang duluan.
Pertentangan yang satu ‘amm, dan yang satu khas
Kaidahnya:
-Nash yang sifatnya umum (‘amm) dikhususkan (takhsis) dengan dalil yang sifatnya khusus (khas). Contoh: hadis “Tanaman yang diairi dengan hujan, maka zakatnya seper-sepuluh” di-takhsis dengan hadis “Tidak ada zakat pada hasil panen yg kurang dari lima wasaq”.
Pertentangan nash yang masing-masing ‘amm di satu sisi, dan khas di satu sisi
Kaidahnya:
-Kalo mungkin, keumuman masing-masing di-takhsis dengan dalil yang lain. Contoh: terdapat hadis “Jika air mencapai dua kullah (+- 270 liter), maka ia tidak menjadi najis”, ada pula hadits, “Air itu tidak najis selama zat yang menajisi tidak mengalahkan airnya dalam bau, warna, dan rasanya” Hadis pertama khusus dalam perkara dua kullah, lalu umum dalam perkara perubahan zatnya (bau, warna, rasa), Adapun hadis kedua, khusus dalam perubahan zatnya, namun umum dalam kadar kullah-nya. Maka, yang terjadi adalah, keumuman hadits pertama di-takhsis dengan hadis kedua, jadi air yang sebanyak dua kullah, tetap najis ketika ada perubahan pada zatnya (warna, bau, rasa). Dan, keumuman hadits kedua di-takhsis dengan hadis pertama, jadi air yang kurang dari dua kullah najis jika tercampur dengan zat najis, walau tidak ada perubahan pada zatnya.
-Kalau tidak bisa men-takhsis keumumannya, maka harus di-tarjih
Contoh: terdapat hadits, "Siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah ia", ada juga hadis bahwa Nabi ﷺ melarang membunuh wanita. Hadits pertama umum mengenai jenis kelamin, khusus tentang org yang murtad. Sedang hadits kedua, umum mengenai kemurtadan/kafir harbi, khusus mengenai jenis kelamin (perempuan). Kemudian muncul pertanyaan pada akhirnya, apakah perempuan murtad dibunuh? Pendapat yang rajih, dibunuh.
Sumber: syarah al-waraqat li al-mahalli
No comments:
Post a Comment