Perbuatan (الأفعال) yang dilakukan Rasulullah ﷺ mengandung kemungkinan: antara perbuatan yang dilakukan dengan tujuan ketaatan pada Allah, atau selainnya (perbuatan biasa).
Perbuatan yang khusus dilakukan oleh Rasulullah ﷺ
Jika ada dalil yang mengkhususkan suatu perbuatan bahwasanya ia hanya untuk Nabi ﷺ, maka perbuatan itu tidak untuk umum. Misalnya, Nabi ﷺ menikahi lebih dari empat perempuan. Terdapat dalil bahwa perempuan yang dinikahi Nabi ﷺ setelah Sayyidah Khadijah merupakan perintah langsung dari Allah. Terdapat dalil untuk selain Nabi ﷺ, bahwasanya maksimal perempuan yang boleh dinikahi adalah empat dalam QS 4:3.
Perbuatan yang ditujukan untuk umum
Jika tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan (bahwa perbuatan itu khusus untuk Nabi ﷺ), maka perbuatan itu ditujukan untuk umum, karena Allah berfirman dalam Al-Ahzab:21, "Laqod kâna lakum fî rasûlullahi uswatun hasanah".
Hukum perbuatan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ
Sebagian ulama mengatakan, wajib untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi ﷺ, seperti Abu Sa'id al-Astakhri, Ibnu Suraij, Ibn Abi Hurairah dari Mazhab Syafi'i, dan juga perkataan Imam Ahmad, dan Imam Malik, karena pendapat ini lebih berhati-hati.
Sebagian ulama mengatakan, sunnah. Dan inilah pendapat yang dipilih penulis kitab waraqat ini, Imam Juwaini. Di antaranya ulama lainnya, seperti Imam asy-Syafi'i, Imam Baidhowi, Ar-Razi, dan sebagainya.
Imam Juwaini juga menjelaskan, bahwa jika perbuatan yang dilakukan Nabi ﷺ tersebut bukan dalam tujuan ketaatan pada Allah (atau, bisa juga dikatakan, perbuatan "biasa"), maka hukumnya adalah mubah (boleh) saja. Contohnya, perbuatan Nabi ﷺ dalam makan, minum, berpakaian, dan sebagainya. Dr. Mukhtar Muhassin menjelaskan, bahwa jika perbuatan itu berkaitan dengan "adat", maka hukumnya adalah boleh saja. Contoh lain, Nabi ﷺ diriwayatkan makan menggunakan tangannya, sedangkan makan adalah perbuatan yang berkaitan dengan "adat", maka hukumnya mubah. Jika kita makan menggunakan sendok, bukan berarti tidak mengikuti sunnah Nabi ﷺ.
Iqrar Rasulullah ﷺ
Iqrar maksudnya adalah pengakuan/pembiaran Nabi ﷺ atas sesuatu. Pembiaran Nabi ﷺ atas perbuatan sahabatnya memiliki nilai sama dengan perbuatan Nabi ﷺ itu sendiri, begitu juga pembiaran atas perkataan sahabatnya, karena Nabi ﷺ mustahil membiarkan perbuatan yang salah. Contohnya, pembiaran Nabi ﷺ atas Khalid bin Walid yang memakan biawak, padahal Nabi ﷺ tidak memakannya, artinya memakan biawak mubah. Begitu juga iqrar Nabi ﷺ atas perbuatan yang dilakukan ketika Nabi ﷺ tidak ada, namun ketika ia tahu, ia membiarkannya. Seperti ketika Nabi ﷺ baru tahu, dan membiarkan (tidak mengingatkan) Abu Bakar ketika ia melanggar sumpahnya untuk tidak makan (ia bersumpah ketika ia sedang marah). Nabi ﷺ tidak menyalahkan karena makan adalah perbuatan baik. Sebuah sumpah tidak boleh mencegah kita dari perbuatan baik.
Sumber: syarah al-waraqat li al-mahalli
No comments:
Post a Comment