Dalam Mazhab Syafi'i, setidaknya, terdapat empat belas hal yang bisa membatalkan salat sebagaimana yang dituliskan Syaikh Salim bin Abdullah al-Hadhrami dalam Safînah al-Najâh:
1. Berhadas
Seperti buang angin, buang air, dan sebagainya. Baik sengaja, atau tidak.
2. Terkena najis, jika tidak segera disingkirkan tanpa menyentuhnya
Yakni najis yang tidak ditoleransi. Baik mengenai pakaian, atau badan. Najis bisa disingkirkan secara segera (kadar waktunya: seukuran tuma'ninah), dan tanpa menyentuhnya, seperti menyekanya di tempat yang suci, atau jika ia berbentuk padatan, maka ia bisa dikibaskan.
3. Terbukanya aurat
Jika aurat terbuka, baik seluruh, atau sebagiannya, dan tidak segera ditutup, maka ia membatalkan salat. Kadar waktu "segera" adalah seukuran tuma'ninah. Jika ada angin yang menyibakkan pakaiannya, lalu ia segera menutupnya kembali, maka tidak membatalkan salat. Namun, jika tersibaknya pakaian karena sebab lain seperti hewan, atau manusia, baik dewasa, atau anak kecil, maka ia membatalkan salat, walaupun segera ditutup kembali.
4. Berbicara sebanyak dua huruf secara sengaja
Yakni melafalkan minimal dua huruf, baik yang memiliki makna seperti من (dari), atau tidak memiliki makna. Berdeham, menangis, tertawa, meng-"aduh", meniup baik dengan mulut, atau hidung, bersin, batuk juga membatalkan jika kesemuanya menampakkan dua huruf menurut pendapat yang paling kuat dalam Mazhab Syafi'i. Namun dalam Kanzu al-Râghibîn, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa hal-hal tersebut tidak membatalkan karena bukan termasuk bagian dari perkataan (الكلام).
Termasuk membatalkan juga melafalkan satu huruf yang bisa dipahami maknanya seperti ق (kata perintah dari وقاية yang bermakna jagalah). Huruf yang ber-madd juga dianggap dua huruf (seperti حا) dan membatalkan salat.
Penulis menambahkan kata "secara sengaja", sehingga semua hal di atas berlaku jika dilakukan dengan sengaja. Adapun, jika keadaannya adalah "kelepasan", lupa, atau tidak tahu mengenai keharamannya (kaitannya dengan orang yang baru masuk Islam, atau tinggal jauh dari ulama) maka ia tidak mengapa. Adapun batasan yang dibolehkan dalam hal ini adalah sesuai dengan adat, dan dalam Kâsyifatu al-Sajâ ditetapkan sebanyak enam kalimat. Jika melebihi itu, walaupun dengan keadaan lupa, ia tetap membatalkan.
Dikeluarkan dalam pembahasan di atas, dzikir, dan doa. Ia tidak membatalkan salat selama tidak diucapkan kepada selain Allah, dan Rasulullah. Contohnya, jika ada orang bersin, lalu kita berdoa sebagaimana sunnahnya dengan doa, "yarhamukallah" (semoga Allah merahmati-mu), maka hal ini membatalkan, karena tujuan bicaranya adalah kepada orang yang bersin. Namun, jika ia berdoa dengan "lawan bicara" Allah seperti, "yarhamuhullah" (Semoga Allah merhmati dia), maka itu tidak membatalkan.
Catatan: jika ingin mengingatkan imam dengan mengucapkan "subhanallah" sebagaimana yang telah kita tahu, wajib diniatkan mengingatkan, dan dzikir. Jika hanya diniatkan mengingatkan saja, maka itu membatalkan salat.
5. Membatalkan puasa dengan sengaja
Maka, membatalkan puasa dalam salat secara sengaja juga membatalkan salatnya.
6. Makan
Jika ia makan dengan banyak, walaupun lupa, tidak tahu akan ke-tidak-bolehan-nya, atau dipaksa, maka membatalkan salat. Adapun kalau sedikit, jika ia lupa, atau tidak tahu akan ke-tidak-bolehan-nya, maka tidak membatalkan salat, namun jika keadaan dipaksa, tetap membatalkan salat.
7. Melakukan tiga gerakan berurutan walaupun dalam keadaan lupa
Bergerak tiga kali berurutan walau dengan anggota badan yang berbeda, misalnya menggerakkan kepala, dan dua tangan. Menggerakkan kaki, lalu mengembalikannya ke posisi semula terhitung dua kali gerakan, berbeda dengan tangan. Menggerakkan tangan, lalu mengembalikannya ke posisi semula terhitung satu kali gerakan.
Catatan: Hati-hati ketika ingin maju mengisi shaf yang kosong (misalnya ada jamaah yang keluar dari shaf). Langkah jangan sampai tiga kali berturut-turut karena dapat membatalkan salat.
Gerakan kurang dari tiga kali jika dilakukan dengan niat bermain-main juga membatalkan salat. Adapun, gerakan jari, pinggang, bibir, telinga, walaupun banyak, tidak membatalkan salat, seperti orang yang menggaruk dengan jarinya misalnya.
8. Melompat
Yakni, melompat yang telah melewati batas kewajaran, begitu juga menggerakkan seluruh badan.
9. Memukul yang berlebihan
10. Menambah rukun fi'li secara sengaja
Yakni, rukun yang berupa perbuatan. Misalnya, menambah sujud, atau rukuk.
11. Mendahului, atau tertinggal dari imam dengan dua rukun fi'li tanpa alasan ('udzur)
Mendahului walaupun ia berurutan. Contohnya, imam rukuk duluan, kemudian ketika imam ingin rukuk, ia bangkit, ketika imam ingin bangkit, ia turun untuk sujud. Dengan sujudnya tersebut, salatnya telah batal. Adapun, jika mendahului dalam satu rukun fi'li, ia tidak membatalkan, tapi haram dilakukan.
Tertinggal juga merupakan perkara pembatal salat. Contoh kasusnya ketika imam telah selesai rukuk, dan i'tidal, kemudian mulai turun menuju sujud, sedangkan makmum masih berdiri (belum rukuk). Atau, imam telah selesai sujud yang kedua (sujud setelah duduk di antara dua sujud), bangkit, membaca Al-Fatihah, kemudian mulai turun untuk rukuk, sedangkan makmum masih duduk di antara dua sujud.
Alasan ('udzur) yang dimaksud di sini berbeda antara mendahului, dan tertinggal. Dalam kasus mendahului imam, alasan yang bisa diterima hanya lupa, dan tidak tahu. Sedangkan, pada kasus tertinggal dari imam, ada sebelas alasan yang bisa diterima sehingga ia tidak membatalkan salat (https://muammarfarras.blogspot.com/2021/01/sifat-salat-hal-hal-yang-membuat.html).
12. Berniat membatalkan salat
Contohnya, seseorang berniat akan membatalkan salat di rakaat kedua, maka saat itu telah batal salatnya, kecuali jika ada 'udzur seperti lupa.
13. Mengaitkan sesuatu dengan kebatalannya
Misalnya, jika pintu rumah terbuka, maka ia akan membatalkan salatnya.
14. Ragu-ragu dalam membatalkan salat
Maksud ragu-ragu di sini bukan terkait dengan keraguan yang muncul di pikiran seperti ragu yang muncul karena tidak yakin apakah tadi ia buang angin atau tidak (sehingga ragu salatnya telah batal atau belum). Namun, ragu-ragu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah, apakah ia akan melanjutkan salatnya atau tidak berkaitan dengan keimanannya yang goyah.
Sumber: Kâsyifatu al-Sajâ
No comments:
Post a Comment