Tuesday, January 19, 2021

Kaidah Fikih: Yakin Tidak Dihilangkan dengan Keraguan (2)

 Pertentangan antara dzahir dan kaidah asal (الأصل)

Dzahir adalah sesuatu yang "nampak", dan merupakan kemungkinan yang berlawanan dengan kondisi asal. Bagaimana jika dzahir bertentangan dengan keadaan asal? Ibnu Salah mengatakan, jika dua kondisi asal bertentangan, atau asal bertentangan dengan dzahir, maka wajib untuk memikirkan mana yang lebih kuat (tarjih). Jika dalil (tanda) dari dzahir lebih kuat, maka wajib berhukum dengan dzahir, begitu juga sebaliknya. Terdapat empat bagian dalam hal ini:

1. Kondisi ketika wajib memilih kondisi asal (الأصل)

Seperti, ketika kita salat dan ragu apakah sedang berada di rakaat tiga, atau empat. Kaidah asalnya berkata bahwa kita sedang berada di rakaat ketiga, karena kaidah asal dari suatu pekerjaan adalah belum dikerjakan. Namun, terkadang ada kondisi dzahir, di mana kita merasa telah rukuk, atau sujud dengan banyak, atau merasa waktu salat sudah lebih lama dari biasanya. Dalam hal ini, kita memilih kondisi asal.

2. Kondisi ketika wajib memilih dzahir 

Ukurannya adalah: ada sandaran sebuah sebab yang diakui secara syar'i, atau sebab yang diketahui secara kebiasaan.

Contoh: hukum asal sebuah air yang kita temukan adalah suci (sehingga bisa dipakai bersuci), namun jika ada dzahir seperti seorang tsiqoh (bisa dipercaya) yang memberi tahu bahwa air tersebut telah tercampur najis, maka status air tersebut jadi najis. Atau, ada air yang keluar dari WC, secara "kebiasaan" kita tahu bahwa ia tempat buang hajat, dan mengandung najis, maka air itu dihukumi najis.

3. Kondisi ketika "kondisi asal" diutamakan menurut pendapat yang lebih kuat (karena ada perbedaan pendapat)

Seperti, status sesuatu yang kita tidak yakin kenajisannya, namun, biasanya, terdapat najis di dalamnya. Contoh: baju orang yang minum khamr (biasanya air juga tumpah ke bajunya), pakaian orang kafir yang biasa melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kenajisan (minum khamr, makan babi, dan sebagainya), jalan yang biasanya terdapat kenajisan, dan sebagainya. Dalam hal ini, kondisi asal, yakni suci, dipilih.

4. Kondisi ketika dzahir diutamakan menurut pendapat yang lebih kuat (karena ada perbedaan pendapat); karena sebabnya kuat

Contoh: barang siapa yang ragu ketika selesai salam pada salat, apakah ia meninggalkan sebuah rukun selain niat, dan takbiratul ihram, maka ia dianggap mengerjakannya. Adapun, jika ia ragu apakah ia mengerjakan niat, atau takbiratul ihram, maka ia dianggap belum mengerjakan, dan salatnya harus diulang.

No comments:

Post a Comment

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...