Pertama, perlu kita pahami sebagai sebuah "cara berpikir", bahwa dalam ilmu fikih, dalam perkara halal-haram, sudah tentu akan banyak pendapat. Cara berpikir ini membuat kita lebih santai dalam melihat persoalan. Dengan catatan, kita punya "sandaran" yang jelas. Pendapat siapa yang kita ikuti.
Dalam hal aurat lelaki, mayoritas ulama mengatakan paha termasuk ke dalam aurat. Keempat Imam Mazhab mengatakan hal tersebut. Namun, sebagian ulama mengatakan bahwa paha bukan lah termasuk aurat. Mereka mengambil dalil hadis riwayat Anas radhiya Allahu 'anhu yang mengatakan:
حسر النبي ﷺ عن فخذه
Rasulullah menyingkap bagian pahanya
Dari sini, Ibnu Hazm dari Mazhab Zhahiriyyah mengatakan bahwa paha bukan lah bagian dari aurat. Mazhab Maliki memisahkan antara aurat berat (mughallazhah), dan ringan (mukhaffafah), dengan memasukkan (hanya) bagian kemaluan, dan bokong ke dalam kategori aurat mughallazhah.
Ahli fikih, dan hadis kemudian menggabungkan dua hadis yang "bertentangan", yakni hadis dari Anas yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah menyingkap pahanya, dan hadis dari Jarhad yang mengatakan bahwa paha adalah aurat. Imam Bukhari dalam Sahih Bukhari mengatakan bahwa hadis dari Anas lebih kuat sanadnya, dan hadis dari Jarhad lebih berhati-hati (maksudnya lebih berhati-hati dari kesalahan bahwa paha bukan aurat).
Imam asy-Syaukani dalam Nail al-Authâr berkata bahwa hadis mengenai paha adalah aurat dimaksudkan untuk saat itu, bukan bersifat umum. Ibnu Qoyyim kemudian mengatakan dalam Tahdzib Sunan Abi Daud bahwa cara memahami penggabungan hadis yang nampak bertentangan ini seperti ini: bahwa aurat lelaki ada yang berat, dan ringan. Yang berat adalah kemaluan, dan dubur, sedangkan yang ringan adalah paha. Maka, merupakan hal yang tidak bertentangan antara perintah untuk menundukkan pandangan atas paha karena ia merupakan aurat, dan menyingkap paha itu sendiri karena ia merupakan aurat ringan.
Kemudian, masuk ke inti pembahasan. Dengan segala pendapat-pendapat tadi, Salah satu dari ulama kontemporer, Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan, "Merupakan rukhsah (keringanan) bagi orang yang berolahraga, baik sebagai bagian dari hobi, atau profesional (atlet) untuk menggunakan celana pendek, atau yang semisalnya, dan begitu juga kebolehan bagi orang yang menontonnya."
Sumber: fatâwa al-mar'ah al-muslimah
No comments:
Post a Comment