"Kerja kerasmu pada hal-hal yang Allah telah jamin untukmu, dan pengabaianmu terhadap apa yang dituntut kepadamu, merupakan tanda tercabutnya bashirah dari dirimu"
Maksudnya, ketika seseorang sibuk, mati-matian mengejar hal yang (sebenarnya) sudah Allah jamin, yaitu rezeki, sesuai dengan surah hud: 6,
۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّۭ فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ
"Tidak ada ciptaan yang berjalan di atas bumi kecuali telah Allah jamin rezekinya, Ia mengetahui tempat berdiam, dan berbaringnya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata"
lalu kemudian melupakan apa yang (sebenarnya) Allah tuntut bagi kita, yaitu ibadah, sesuai dengan al-baqarah: 21, "Wahai manusia sekalian! Sembahlah Tuhan kalian yang menciptakan kalian dan orang sebelum kalian agar kalian bertakwa"
Maka, itulah tanda dicabutnya basirah dari kita. Apa yang dimaksud bashirah? Ia adalah mata yang ada di hati kita yang dengan mata tersebut, kita mampu memahami hal-hal yang lebih bersifat maknawi, tak nampak, yang tidak bisa kita lihat menggunakan organ mata kita.
Adapun, jika kita bekerja keras pada pekerjaan yang halal, tanpa melupakan ibadah, maka hal itu masuk ke dalam hadits, "Barangsiapa yang terjaga dalam rangka mencari rezeki halal, maka ia terjaga dalam keadaan terampuni."
Artinya, sebenarnya keliru jika orang memisahkan kerja, dan ibadah. Hakikatnya kerja adalah ibadah. Namun, ketika kita tidak meluruskan niat kita dalam kerja (niat untuk mencari ridha Allah), lupa pada Allah dalam kerja kita, kewajiban-kewajiban ritual tertinggalkan, tidak peduli mana yang halal, dan haram, maka itulah kelalaian yang dimaksud.
Sumber: syarh al-hikam al-'athaiyyah
No comments:
Post a Comment