2. Ditetapkan sifat/gambaran barangnya
Barang yang diperjual-belikan harus digambarkan dengan jelas, karena pembeli pada saat itu belum bisa melihat secara langsung. Apa sifat yang harus diberikan? jenis, macam, kelebihan/kekurangan. Misal: Pre-order HP (jenis) Samsung S20 (macam) dengan spesifikasi demikian (kelebihan/kekurangan).
3. Mengetahui "kadar" dari barang
Kadar ditentukan entah dari takaran tertentu, timbangan tertentu, atau jumlah tertentu yang diterima secara umum. Imam Malik mengatakan bahwa tujuan intinya adalah mengeluarkan pembeli dari ketidaktahuan akan kadar suatu barang, maka yang penting adalah satuan kadar yang digunakan bisa diterima secara umum. Misal: beratnya berapa kg/dimensinya berapa/jumlahnya berapa.
4. Barang ditangguhkan
Menurut Imam Ahmad, barang pada transaksi salam harus diserahkan secara tangguh. Sedangkan menurut Imam Syafii, Abu Tsaur, dan Ibnul Mundzir, barang boleh diserahkan tunai, karena secara logika, jika barang ditangguhkan dibolehkan, maka barang yang diserahkan tunai lebih boleh, karena ghararnya lebih sedikit.
Terkait waktu penyerahan, ia harus ditentukan secara jelas. Misal: Barang diberikan pada tanggal sekian.
5. Barang bersifat umum
Artinya, barang mudah dicari, bukan suatu barang spesifik yang sulit dicari. Misal: salam buah kurma dari kebun si A. Hal ini tidak dibolehkan karena akan sulit dicari, terutama jika barang tidak ada, maka sulit untuk mencari penggantinya, karena yang dijual pada salam adalah spesifikasi suatu barang, bukan zatnya itu sendiri. Misal: A menjual sebuah laptop yang di-display di sebuah toko dengan akad salam, maka ketika penyerahterimaan barang, laptop yang dijual tidak harus laptop yang di-display tersebut, tetapi bisa laptop lain dengan jenis yang sama. Salam pada asalnya mengandung nilai gharar (ketidakpastian) namun dibolehkan karena ada hajat untuk itu, barang spesifik membuat ghararnya menjadi berat sehingga tidak dibolehkan.
6. Penyerahan harga pokok barang
Abu Hanifah, Imam Syafii, dan kalangan Hanabilah berpendapat, pembeli wajib menyerahkan uang panjar (harga pokok barang) kepada penjual. Imam Malik mengatakan, boleh untuk menunda dua, tiga hari, atau lebih selama uang panjar tidak dijadikan syarat, dengan kata lain, boleh dibayar di belakang.
Sumber: fiqh al-muamalat al-maliyah fi al-islam
No comments:
Post a Comment