Bagaimana hukum dari jual-beli barang yang tidak ada di tangan seseorang? Misalnya: Seseorang menjual suatu barang yang tidak ia miliki, setelah terjadi jual-beli, ia baru berniat untuk pergi membeli barang tersebut.
Jual-beli ini tidak diperbolehkan jika penjual pun ragu atas ada atau tidaknya barang tersebut, karena ini termasuk bab gharar (penipuan, ada keraguan), adapun, jika penjual yakin atas wujudnya, maka jual-beli diperbolehkan, karena barang itu sifatnya ma'dum. Terdapat tiga jenis dari barang ma'dum:
1. Barang yang disifati oleh penjualnya, namun barangnya ditangguhkan (belum ada) (ma'dum mausuf fi adz-dzimmah), inilah yang dinamakan jual-beli salam, 'ulama sepakat kebolehan jual-belinya.
2. Barang yang belum ada, namun sifatnya mengikut kepada yang telah ada. Misalnya, jual-beli buah-buahan yang telah nampak bahwa salah satu buahnya yang telah tumbuh itu baik kualitasnya. Maka, walaupun yang lain belum nampak/tumbuh pada waktu akad, ia boleh diperjual-belikan.
3. Barang yang belum ada, yang tidak diketahui akan bisa diterima/tidak, juga penjual pun tidak memiliki keyakinan atas barang tersebut, sehingga menempatkan pembeli pada resiko yang besar. Maka, jenis barang ini dilarang jual-belinya oleh syari'at, karena ia termasuk gharar.
Perbedaan Gharar dengan Salam
Pada jual-beli salam, terdapat keyakinan bahwa barang dapat diserahkan secara tepat. Terdapat juga keyakinan dari sisi penjual, bahwa barang yang diperjual-belikan terdapat di pasar (supplier). Selain itu, dalam jual-beli salam juga terdapat khiyar (hak melanjutkan/membatalkan) jual-beli jika barang tidak sesuai dengan yang disifati. Pembahasan tentang salam lebih jauh akan dibahas di bab tersendiri.
No comments:
Post a Comment