Riba jual-beli (buyu') adalah jenis ke-2 dari riba, selain riba pinjaman. Perlu dicatat bahwa riba hanya mencakup dua hal ini saja. Riba jual-beli sesuai namanya, adalah tambahan manfaat yang terjadi pada jual-beli barang ribawi, dan transaksi ini dilarang dalam Islam.
Barang Ribawi
Barang ribawi adalah barang yang memiliki kemungkinan untuk terkena hukum riba. Artinya, tidak ada riba selain daripada jual-beli barang ini. Apa saja barang ribawi?
Dari Ubadah bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma dengan korma, garam dengan garam harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).
Hadits menyebutkan emas, perak, gandum, terigu, kurma, dan garam sebagai barang ribawi. Barang yang memiliki kemungkinan untuk terkena hukum riba. Pertanyaannya, apakah hanya itu barang ribawi? 'Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang berpendapat bahwa barang ribawi hanya keenam itu, namun 'ulama lain memilih untuk melihat 'illah dari barang ribawi ini.
'Illah dari emas, dan perak adalah mata uang, sedangkan gandum, terigu, kurma, dan garam adalah makanan, maka kedua jenis barang tersebut yang termasuk dalam barang ribawi. Dewasa ini, mata uang kita adalah uang kertas, maka uang kertas termasuk ke dalam barang ribawi.
Setelah mengetahui apa barang ribawi, maka kita mesti membagi dua jenis pertukaran, dengan syaratnya masing-masing agar terhindar dari riba.
Pertukaran Barang Sejenis
Misalnya: pertukaran gandum dengan gandum, beras dengan beras, rupiah dengan rupiah. Untuk pertukaran barang sejenis, syaratnya: sama kualitasnya, sama kuantitasnya, dan dilakukan tunai. Maka, misalnya, kita menukar uang Rp100.000,00 dengan pecahan Rp10.000,00 sebanyak sembilan lembar (Total=Rp90.000,00) untuk membagi THR, maka hal ini adalah riba, karena terjadi pertukaran barang sejenis, namun berbeda nilainya.
Pertukaran Barang Beda Jenis
Misalnya: pertukaran antara dollar dengan rupiah, kurma dengan beras. Untuk pertukaran barang beda jenis, maka syaratnya hanya: tunai. Tunai artinya dilakukan saat itu juga, tidak boleh dicicil. Maka, misalnya kita melakukan jual-beli dollar dengan rupiah, namun penyerahan dilakukan keesokan harinya, maka inilah riba jual-beli. Namun, tidak mengapa jika berbeda dalam ukuran, maka dalam jual-beli valas, boleh mengambil margin, karena hanya disyaratkan tunai.
Jual-Beli Emas dengan Cicilan
Dewasa ini, kita sering mendengar terkait jual-beli emas dengan cara menyicil. Bagaimana hukumnya? Hal ini jadi perbedaan pendapat di kalangan 'ulama. Titik perbedaannya adalah pada cara pandang terhadap emas sebagai barang ribawi. Bagi yang melihat melalui 'illah bahwasanya yang diharamkan adalah emas, dan perak sebagai alat tukar (karena di zaman dulu, emas, dan perak berfungsi sebaagai alat tukar) maka memandang bahwa jual-beli emas secara menyicil adalah boleh, mengapa? Karena emas bukanlah barang ribawi, karena saat ini, ia bukanlah berfungsi sebagai alat tukar, tetapi komoditi.
Sedangkan, yang memandang bahwa emas, dan perak adalah barang ribawi, sesuai dengan apa yang tertulis secara tekstual dalam hadits, maka jual-beli emas secara menyicil adalah haram. Mengapa? Karena jika kita membayar emas seharga Rp1.000.000,00 secara menyicil, artinya kita sedang transaksi barang ribawi berbeda jenis. Sedangkan dalam hal ini, syaratnya adalah harus dilakukan dengan tunai sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Dewan Syariah Nasional MUI dalam fatwanya nomor 77 tahun 2010 menghukumi boleh dalam menyicil emas, karena emas bukan merupakan alat tukar yang resmi dewasa ini.
Sumber:
fiqh al-muamalat al-maliyah fi al-islam. Syaikh Hassan Ayyub
Menjawab Tudingan Miring pada Bank Syariah. Ahmad Ifham Sholihin
Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah. Dr. Oni Sahroni
Kiat-Kiat Syar'i Hindari Riba. Ahmad Sarwat
No comments:
Post a Comment