Dalam Al-Qur’an -atau Bahasa Arab secara umum-, kita akan menemukan beberapa kata yang menjadi objek dari begitu banyak kajian dalam ilmu mistik/kebatinan/tashawwuf, yakni kata nafs (نفس), ruh (روح), qolb (فلب), dan ‘aql (عقل).
Jika kita menerjemahkan
semuanya, niscaya kita akan mendapatkan hasil yang masih membuat kening kita
berkerut. Nafs bisa diartikan sebagai jiwa/nafsu, ruh diartikan
sebagai ruh/esensi/jiwa, qolb diartikan sebagai heart, ‘aql diartikan
sebagai akal.
Imam Al-Ghazali dalam satu
bagian pada kitabnya, Ihya’ Ulûm al-Dîn, menjelaskan definisi
masing-masing dari kata ini. Bagian tersebut adalah potongan dari bab kitabnya
yang berjudul “Penjelasan Mengenai Keajaiban Qalb”. Al-Ghazali sendiri
menyebutkan bahwa banyak orang yang tidak memahami makna dari kata-kata
tersebut.
Qolb
Ia memiliki dua
pengertian.
Pertama: Sebuah daging
yang diletakkan di bagian kiri dada dan di bagian dalamnya berongga. Di dalam
rongga tersebut terdapat darah berwarna hitam tempat bersumbernya ruh.
Pengertian ini adalah pengertian dari sudut pandang kedokteran (tentunya
kedokteran di zaman Al-Ghazali saat itu, yakni abad ke-11). Kita mengenalnya sebagai
jantung/heart (yang orang sering salah artikan sebagai hati). Namun, bukanlah
ini, definisi qalb yang dimaksud dalam teks-teks agama. Kita menyebutnya
sebagai pengertian qalb secara fisik.
Kedua: Sebuah zat non-fisik (روحاني) dan bersifat halus serta
sarat nilai ketuhanan (لطيفة ربانية روحانية). Zat
non materi ini adalah hakikat dari seorang manusia. Ia adalah yang membuat
manusia tahu, memahami. Ia juga objek dari perintah, teguran, tuntutan dari
Tuhan.
Ruh
Ia memiliki dua
pengertian.
Pertama: Organ yang halus
yang bersumber di rongga qalb fisik (jantung). Ruh inilah yang diedarkan
melalui pembuluh darah dan saraf-saraf kepada seluruh anggota badan. Aliran ruh
ini kemudian membanjiri indera-indera kita layaknya cahaya lampu yang
membanjiri seisi ruangan. Lagi-lagi, inilah definisi menurut ilmu kedokteran zaman
itu dan ini bukan yang dimaksud dalam teks-teks agama. Ini adalah ruh secara fisik.
Kedua: Zat non-fisik yang halus yang membuat manusia mengetahui dan memahami. Ini memiliki
pengertian yang sama dengan qalb dalam pengertian kedua. Ruh inilah
yang Allah sebutkan dalam QS Al-Isra:85 ketika Rasulullah ﷺ ditanya para sahabat mengenai ruh.
قل
الروح من أمر ربي
Katakanlah (Wahai
Muhammad): Ruh merupakan rahasia dari Tuhanku
Nafs
Ia memiliki dua pengertian.
Pertama: Zat yang
mencakup kekuatan amarah dan syahwat (kesenangan)/nafsu. Pengertian ini mengaitkan nafs dengan
hal-hal tercela. Bahwa nafs adalah sumber nafsu ketika kita ingin makan berlebihan,
ingin membeli segala barang yang tidak kita butuhkan, dan sebagainya yang
merupakan bagian dari syahwat.
Kedua: Zat non-fisik halus
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian qalb yang mana ia
merupakan hakikat manusia. Dalam keadaan ketika kita mengendalikan nafs
kita dalam melawan syahwat, lalu ia menjadi tenang, kita menyebutnya sebagai
nafs al-muthmainnah.
‘Aql
‘Aql (akal) juga
memiliki dua pengertian.
Pertama: Pengetahuan atas
hakikat sesuatu. Pengetahuan ini merupakan sebuah sifat yang bertempat di qalb.
Hal ini jadi catatan menarik tersendiri. Selama ini kita mengenal qalb sebatas sebagai pusat emosi, afeksi. Dalam pengertian Imam Al-Ghazali, qalb juga tempat
akal, tempat memahami hakikat segala hal.
Kedua: Kemampuan untuk
memahami hakikat sesuatu dan ia adalah qalb sebagaimana yang telah dijelaskan.
Bisa dibilang, dalam pengertian pertama, akal merupakan pengetahuannya,
hasilnya, sedangkan pengertian kedua, berbicara mengenai
kemampuannya/kapasitasnya.
Kesimpulan
Al-Ghazali dalam bagian akhir bagian ini menyebutkan, bahwa dari semua pengertian tadi, ringkasnya, kita menyebutkan lima makna yang berbeda: qalb secara fisik, ruh secara fisik, nafs yang berkaitan dengan hal negatif (syahwat), pengetahuan, dan makna kelima adalah zat non-fisik tempat manusia memahami, dan mengetahui. Ketika Al-Quran dan sunnah menyebut kata qalb, maka yang dimaksudkan adalah kemampuan dalam diri manusia untuk memahami dan mengetahui hakikat sesuatu, yakni qalb non materi. Walau, kadang-kadang, ia juga bisa bermakna qalb fisik, karena di antara keduanya memang terdapat hubungan. Imam Al-Ghazali menggambarkan hubugannya dengan metafora: qalb fisik merupakan kerajaan dari qalb non-fisik.
No comments:
Post a Comment