Sunday, January 3, 2021

Ushul Fiqh: Ijtihad, dan Taqlid

 Imam Juwaini dalam kitabnya, waraqat menjelaskan makna ijtihad adalah usaha untuk mengerahkan kemampuan dalam mencapai suatu tujuan. Imam Zarkasyi memberi makna yang lebih jelas bahwasanya ijtihad adalah usaha pengerahan kemampuan dalam menghasilkan hukum amaliah syar'i dengan cara instinbath.

Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Tidak semua orang bisa menjadi seorang mujtahid. Terdapat beberapa syarat bagi seorang mufti/mujtahid. Di antaranya, ia harus memahami urusan fikih, kaidah-kaidahnya, cabang-cabangnya, serta perbedaan-perbedaan pendapat di dalamnya, kemudian ia juga harus memahami ilmu-ilmu alat, yaitu ilmu yang dibutuhkan dalam melakukan istinbath hukum, seperti ilmu nahwu, dan cabang-cabang Bahasa Arab, paham mengenai perawi-perawi hadits agar bisa mengambil hadits dengan riwayat yang diterima, tafsir, dan hadits, ushul fiqih.

Seorang mujtahid yang ber-ijtihad, kemudian benar dalam ijtihad-nya, maka ia mendapat dua pahala, sedangkan jika ia salah, maka ia mendapat satu pahala, karena usahanya.

Terdapat tingkatan-tingkatan seorang ahli fikih, seperti yang dibahas Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya, al-fiqh al-islami wa adillatuhu:

1. Mujtahid mustaqil

Yaitu, orang yang memiliki keilmuan sangat tinggi hingga memiliki kaidahnya sendiri dalam menggali hukum. Contohnya adalah keempat imam madzhab.

2. Mujtahid muthlaq ghairu mustaqil

Yaitu, orang yang didalam dirinya terdapat syarat-syarat seorang mujtahid seperti mujtahid mustaqil, tetapi ia tidak menciptakan kaidah baru, hanya mengikuti kaidah salah satu dari imam madzhab. Contohnya seperti Abu Yusuf dari madzhab Hanafi, Imam al-Buwaithi, dan al-Muzani dari madzhab Syafi'i. Dalam perkara-perkara cabang, mereka mungkin memiliki pendapat yang berbeda dengan guru mereka, yakni para imam madzhab.

3. Mujtahid muqoyyad

Yaitu, orang yang mampu mengeluarkan hukum dari masalah yang belum dibahas oleh mujtahid di tingkatan sebelumnya. Contohnya Ibnu Khuzaimah, al-Marwazi dari madzhab Syafi'i.

4. Mujtahid tarjih

Yaitu, orang yang mampu memilih mana pendapat yang lebih kuat di antara pendapat para imam madzhab, atau antara imam madzhab, dan murid-muridnya. Ia bisa memilih riwayat yang lebih kuat. Contohnya Imam ar-Rafi'i, dan an-Nawawi dari madzhab Syafi'i.

5. Mujtahid fataya

Yaitu, ia yang mampu memahami, menghafal pendapat suatu madzhab, kemudian membedakan mana yang paling kuat, kuat, dan lemah. Contohnya adalah para penulis bait-bait kitab fikih, seperti penulis kitab kanzur raghibin (Imam Jalaluddin al-Mahalli) dari madzhab Syafi'i.

6. Muqollid

Yaitu, ia yang tidak memiliki kemampuan seorang mujtahid, dan hanya mengikuti pendapat para imam.

Kebalikan dari ijtihad adalah taqlid. Taqlid adalah menerima perkataan seseorang tanpa argumentasi, atau dikatakan bahwa taqlid adalah menerima perkataan seseorang tanpa tau dari mana orang itu mencapai argumennya. Sebagai orang yang awam dalam agama, kita hanyalah seorang muqollid, atau orang yang ber-taqlid terhadap para mufti/mujtahid, karena kita tidak dibekali keilmuan yang cukup untuk melakukan istinbath hukum.

Sumber: 

syarh waraqat lil mahalli

al-fiqh al-islami wa adillatuhu

No comments:

Post a Comment

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...