Monday, January 25, 2021

Sifat Salat: Syarat Sah Salat

 Syarat sah salat ada lima: mengetahui masuknya waktu, menghadap kiblat, menutup aurat, suci badan pakian, dan tempat dari najis, suci dari hadas.

1. Mengetahui masuknya waktu

Wajib untuk tahu, baik secara yakin, atau dugaan, akan waktu salatnya. Jika ia tidak tahu, dan langsung salat tanpa memikirkannya, maka salatnya tidak sah. Berbeda dengan orang yang berusaha untuk mencari taâu apakah waktunya sudah masuk atau belum. Jika, ia sudah berusaha, kemudian setelah ia salat, ternyata ia salat sebelum waktunya masuk, maka salatnya tersebut menjadi salat peng-qadha salat yang ia luputkan, jika ia tidak pernah meluputkan salat, maka itu terhitung sebagai salat sunnah mutlak. Contoh kasus: Jika ada orang yang salat subuh selama sebulan, kemudian ia baru tahu bahwa selama itu ia salat sebelum waktu subuh masuk, maka ia tidak harus mengganti (meng-qadha) seluruh salat subuhnya, namun hanya subuh di hari akhir. Mengapa? Karena misalnya, subuh di hari ke-2 yang terlalu awal, menjadi peng-qadha salat subuh di hari ke-1, subuh di hari ke-3 menjadi peng-qadha subuh di hari ke-2, dan seterusnya. Sehingga hanya subuh hari terakhir yang harus di-qadha. Tidak mengapa juga untuk salat dengan niat adâ' (salat di waktunya) walau ternyata hakikatnya ia salat qadha (karena ternyata waktunya sudah lewat), dan begitu juga sebaliknya, jika ia memang tidak tahu dengan keadaan sebenarnya.

2. Menghadap kiblat

Jika kakbah berada di dekat kita, maka wajib menghadapnya secara yakin, namun jika ia jauh, cukup dengan dugaan. Bagian yang dimaksud menghadap ke kiblat adalah bagian dada bagi orang yang berdiri, dan wajahnya bagi orang yang berbaring, maka wajib mengangkat sedikit mukanya ke arah kiblat jika mampu. Seseorang boleh tidak menghadap kiblat pada dua kondisi: 1) Kondisi ketakutan akan banyaknya musuh, atau peperangan. Maka ia bisa salat dengan semampunya, 2) Salat yang sifatnya sunnah di perjalanan. Seperti, misalnya di mobil. Maka, ia bisa salat sunnah di sana walau tidak menghadap kiblat. Namun, jika ia mungkin untuk menghadap kiblat, maka ia harus menghadap kiblat.

3. Menutup aurat

Penjelasan tentang batas aurat ada di: https://muammarfarras.blogspot.com/2020/12/batas-aurat-dalam-tinjauan-empat-madzhab.html

Kain yang dipakai untuk menutup aurat harus suci, dan tidak menampakkan warna kulit (tidak transparan). Aurat wajib ditutup dari sudut pandang arah atas, dan samping. Misalnya, ketika seseorang menggunakan baju yang krahnya lebar sehingga ketika ia rukuk/sujud, bagian pusar (yang mana ini adalah aurat) bisa keliatan dari sela-selanya, maka ini termasuk membatalkan salat. Begitu juga jika bagian bawah bajunya terlalu pendek sehingga ketika rukuk ia terbuka, jika ia tidak segera memperbaikinya. Namun, aurat tidak wajib ditutup dari sudut pandang arah bawah, sehingga jika ada orang yang salat di tempat atas, kemudian ada orang yang melihat auratnya dari bawah, maka itu tidak mengapa.

4. Suci dari hadas

Yakni, dari hadas kecil, dan besar. Jika seseorang salat, namun lupa menghilangkan hadas (dengan wudhu untuk hadas kecil, dan mandi junub untuk hadas besar), maka salatnya tidak sah.

5. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis

Yakni, najis yang tidak termaafkan. Pakaian meliputi sesuatu yang dikenakan dan ikut bergerak dengan gerakan kita, badan meliputi mulut, hidung, dan mata, dan tempat yang dimaksud adalah tempat yang bersentuhan dengan pakaian, dan badan kita.

Jika ada keraguan, apakah bagian-bagian tersebut najis, atau suci, maka hendaknya ber-ijtihad (berusaha menarik kesimpulan apakah dia suci/najis). Jika telah ber-ijtihad di salat pertama (misal: maghrib), maka salat kedua (misal: isya) tidak perlu ijtihad lagi, bersandar kepada ijtihad pertama. Lalu, jika ada ijtihad kedua (misalnya, ia berubah pikiran ketika ingin salat isya, bahwa ternyata kesimpulannya ada najis di pakaiannya), maka salat keduanya bersandar pada ijtihad kedua, dan salat pertama (maghrib) tidak perlu diulang. Keadaan setelah ijtihad berbeda dengan lupa. Jika seseorang lupa bahwa badan, pakaian, dan tempatnya ada najis, lalu salat, maka ketika ia ingat, wajib diulang, karena salatnya tidak sah.

Jika najis berada di tempat yang sejajar dengan dada kita saat rukuk, dan sujud (bagian tengah sajadah kita), maka tidak mengapa, sekalipun terkena, maka itu termaafkan.

ٍSumber:

Kanzu al-Râghibîn

Kâsyifatu al-Sajâ

 


No comments:

Post a Comment

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...