Bagaimana cara pemimpin top memiliki kepemimpinan tanpa power? Orang mengikutinya, terinspirasi, memberi kesetiaan kepadanya. Hal yang sama juga berlaku dalam bisnis. Bagaimana caranya Apple menjadi sebuah perusahaan yang seakan menjelma menjadi sebuah sekte, karena kesetiaan penggunanya? Simon Sinek menulis buku berjudul start with why untuk membahas hal ini.
Pertama, Simon Sinek menjelaskan bahwa ada dua cara untuk mempengaruhi perilaku orang, yaitu manipulasi, dan inspirasi. Manipulasi di sini bukan manipulasi yang bermakna negatif, tetapi hanya merupakan sebuah metode mempengaruhi. Manipulasi erat hubungannya dengan angka.
Dalam konteks bisnis misalnya, manipulasi punya berbagai bentuk, misalnya harga. Di akhir musim, ritel menurunkan harga dalam rangka "cuci gudang" dan membuat rak-rak segera kosong. Namun, bagi pebisnis, bermain dengan harga seperti ini sangat mahal. Ia seperti candu, efektif di jangka pendek, namun ketika pembeli terbiasa membayar murah, sulit untuk membuat mereka membayar lebih besar. Sampai kepana seorang pebisnis harus selalu menurunkan harga untuk menaikkan penjualan? Atau bisa juga berbentuk "tekanan kelompok", kita sering mendengar kalimat misalnya, "Empat dari lima dokter memilih produk A", "Studi di universitas A mengatakan..", hal ini membuat kita berpikir bahwa produk ini baik bagi para profesional, maka baik juga untuk kita, dan banyak lagi bentuk manipulasi lainnya.
Menyoal leadership, manipulasi yang erat kaitannya dengan angka, misalnya berbentuk dengan kompensasi uang. Bonus sekian jika anda mencapai penjualan sekian, kenaikan jabatan demikian jika mencapai tujuan tertentu, yang mana hal ini seringkali jadi masalah jika kita ingin menerapkan leadership di NGO misalnya, organisasi-organisasi yang bekerja secara sukarela, tidak ada ikatan yang mewajibkan seseorang harus melakukan sesuatu (familiar dengan orang-orang yang hilang dari tugasnya di organisasi kampus?), atau menerapkan leadership di perusahaan baru, start up, perusahaan bersama teman yang cenderung lebih egaliter.
Menurut Simon Sinek, manipulasi tidak menghasilkan sebuah kesetiaan, dan bukan itu pula cara pemimpin besar memimpin.
Berbeda dengan inspirasi. Singkatnya, memimpin dengan inspirasi adalah dengan memberikan why dalam sebuah pekerjaan. Kenapa sebuah organisasi/bisnis ini harus ada, apa value yang ingin dicapai. Tentu yang dimaksud bukan uang, karena uang adalah akibat, bukan tujuan.
Apple seringkali jadi contoh dalam setiap buku bisnis yang saya baca. Misalnya, Apple, ia memiliki why yang begitu jelas. Menantang status quo. Think different. Maka, itu tercermin di produk-produknya. iPod menantang status quo pemutar musik saat itu yang berkutat dengan CD album. iPod menawarkan "1.000 lagu di dalam sakumu" dan menggebrak produk pemutar musik. Orang yang membeli produk Apple sekilas seperti membeli what pada produk Apple. Misal, ia akan mengatakan, "Aku membeli Macbook karena fitur ini, memiliki kecepatan sekian", padahal, sebenarnya ia membeli why pada produk Apple. Value think different, menantang status quo ala Apple yang cocok dengan value yang ia anut, kemudian ia beli.
Dalam konteks leadership, bagaimana Martin Luther King Jr. mengumpulkan 250.000 orang pada tahun 1963 di Washington, D.C. tanpa ada undangan, ataupun situs web yang menginformasikan? Martin Luther King Jr. memiliki why yang kuat. Ada visi yang jelas yang menggerakkan orang untuk turun bersama, yaitu menyoal keadilan dan kesetaraan. Martin Luther King Jr. tidak berbicara how -bagaimana cara mencapai hak-hak sipil-, atau what -apa yang perlu dilakukan saat ini-, tapi semuanya mengerti why dari yang ia lakukan, dan ini yang diamini oleh orang yang turun.
Singkatnya, memimpin dengan manipulasi adalah memimpin dengan angka, sedangkan memimpin dengan inspirasi adalah memimpin dengan memberikan why dalam sebuah pekerjaan. Seorang pemimpin harus punya visi, mampu menjelaskan kenapa organisasi mereka ada, apa tujuan yang ingin ia capai, apa alasan ia melakukan itu. Tren bisnis sekarang mengarah ke sana, karena ketika kita senantiasa berlomba dengan angka, ingin menjadi yang terbaik, lalu selanjutnya apa?
No comments:
Post a Comment