Wednesday, November 20, 2019

Masalah Kemiskinan dan Bagaimana Penyembuhannya dalam Islam: Wasilah Penyelesaian dalam Islam (2/2)

Wasilah Islam dalam menyelesaikan masalah kemiskinan

Islam mengumumkan perang terhadap kemiskinan. Demi  mencegah kerusakan yang lebih besar di masyarakat. Oleh karena itu, ia mewajibkan individu untuk hidup di masyarakatnya dengan keadaan telah terpenuhi hajat hidup utamanya. Pakaian, minuman, tempat tinggal, pernikahan.
Dan tidak boleh ada seseorang yang hidup dalam lingkungan islami -walau ia bukan seorang muslim- untuk hidup dalam kondisi kelaparan dan tidak beralas kaki, atau menjadi gelandangan tanpa tempat tinggal, atau tidak mampu untuk menikah dan membentuk keluarga.
Apa wasilah-wasilah yang Islam ambil dalam menjamin hal-hal tersebut?

1. Bekerja
Wasilah pertama yang diajarkan Islam dalam memberantas kemiskinan adalah bekerja. Terdapat banyak ayat, hadits, atsar terkait ini, diantaranya:


هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ - 67:15


Ia (Allah) yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah dari rezeki Allah. Dan hanya kepadaNya lah kamu dibangkitkan


Juga terdapat hadits,
Jika kalian bertawakkal dengan sebenar-benarnya tawakkal, Allah pasti akan memberi kalian rezeki seperti burung, ia keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, dan kembali dalam keadaan kenyang

Hadits ini memberi gambaran bahwa yang dimaksud tawakkal adalah berserah yang diikuti dengan usaha. Layaknya burung yang harus keluar dari sarangnya dahulu untuk mendapatkan makanan. Maka, wajib bagi tiap pribadi untuk berusaha memenuhi hajat hidupnya, karena itu merupakan bagian dari perintah agama.

Dan hendaknya bagi masyarakat, untuk memiliki jiwa saling tolong-menolong dalam hal ini, hingga tiap individu mampu menemui penghidupannya yang layak sebagaimana yang diwasiatkan dalam surah al maidah, “Wa ta’aawanu ‘ala al-birri wa attaqwa” (Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan).

Adapun, menjadi tugas pemimpin, untuk memudahkan masyarakatnya dalam mencari kerja, mendorong pembukaan lapangan pekerjaan. Karena Allah telah meletakkan tanggung jawab atas masyarakat pada pemimpin,. Jika terdapat banyak pencari kerja yang membutuhkan persiapan khusus atau pelatihan keahlian agar mereka mampu bekerja dengan layak, maka hal itu juga merupakan tugas pemimpin dalam menyiapkan hal-hal tersebut. Termasuk juga bantuan permodalan bagi calon pengusaha untuk mendanai usahanya. Wajib bagi pemimpin untuk menyediakannya dari pendapatan zakat, atau pendapatan negara lainnya.

2. Jaminan dari kerabat (keluarga)
Pada asalnya, wasilah utama dalam memerangi kemiskinan adalah bekerja. Namun bagaimana jika terdapat orang-orang yang sudah tidak mampu bekerja? Para janda yang sudah tua? Anak-anak kecil? Orang-orang sakit?

Islam memiliki konsep besar dalam hal ini. Dalam konsep keislaman, dzawil qurba atau kerabat (keluarga) wajib untuk saling membantu dan menjamin satu sama lain, karena ikatan antar mereka paling kuat dibandingkan dengan yang lain. Sehingga hendaknya yang kuat membantu yang lemah, dan yang kaya membantu yang miskin, dan kerabat memiliki hak lebih besar untuk dibantu dibandingkan dengan golongan yang lain.

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا - 17:26
Dan berikanlah haknya kepada kerabat, orang miskin, dan yang sedang dalam perjalanan. Dan janganlah kamu berlaku boros.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا - 4:36
Dan sembahlah Allah dan jangan engkau persekutukan dengan apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.

Jika kita perhatikan, dua ayat tersebut menyebutkan “kerabat” pertama kali ketika menyebut golongan yang harus dibantu.

Terdapat juga hadis dari Abu Hurairah yang telah sering kita dengar,
Seorang lelaki datang kepada Nabi, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk aku berbakti padanya?” Rasul menjawab, “ibumu”, “kemudian siapa?” “ibumu”, “kemudian siapa?”, “ibumu”, “kemudian siapa?” “ayahmu, lalu yang paling dekat denganmu.”)
Ahli fikih mensyaratkan dua hal dalam kewajiban memberi nafkah pada kerabat:
1. Merupakan orang miskin. Sehingga tidak ada kewajiban atas kerabat yang berkecukupan.
2. Orang yang memberi nafkah memiliki harta yang cukup untuk diri, dan keluarganya.

3. Zakat
Islam memerintahkan setiap individu yang mampu untuk bekerja. Selain itu, ia juga memerintahkan orang yang berkecukupan untuk membantu kerabatnya. Akan tetapi tidak semua orang yang fakir memiliki kerabat yang berkecukupan. Lantas apa yang bisa golongan ini lakukan? 

Islam mengenal satu syariat yang merupakan satu dari lima pilar utama Islam, zakat. Zakat menurut ahli fikih bermakna pengeluaran harta tertentu dengan kadar yang juga tertentu. Pembahasan mengenai zakat lebih mendalam akan dibahas di artikel yang lain. Namun kali ini, kita akan membahas zakat dan hubungannya dengan pemberantasan kemiskinan. 

Zakat terbagi menjadi dua; yakni zakat harta dan zakat fitri. Kedua jenis zakat ini tidak diambil dari setiap orang dan harta. Namun untuk  harta dan individu yang melewati batas tertentu sehingga ia layak ditarik zakat. Pun, zakat ini penerimanya telah jelas ditetapkan syariat, sehingga tidak bisa digunakan untuk hal-hal selainnya. Siapakah mereka? Dalam at taubah ayat 58 dijelaskan; orang fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, orang yang berjihad, ibnu sabil

Syaikh Qardhawi menjelaskan, fakir dan miskin merupakan golongan yang awal/utama untuk diberikan zakat. Siapakah fakir dan miskin ini? Ulama menjelaskan; fakir adalah orang yang tidak memiliki apapun, atau memiliki kurang dari setengah dari kebutuhannya, dan miskin adalah orang yang memiliki setengah atau lebih, namun tidak mampu mencukupi kebutuhannya

Yang menarik untuk dicatat adalah; zakat bukan merupakan kebaikan individu semata, ia seharusnya merupakan bagian dari sistem pengaturan sebuah negara. Terdapat beberapa dalil tentang ini,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ - 9:103
Ambillah zakat dari mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketentraman dalam jiwa mereka. Sungguh Allah maha mendengar dan maha mengetahui.

Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah sebagai pemimpin saat itu, dan juga kepada siapa saja yang memimpin umat muslim.
Terdapat juga hadis dari Ibnu Abbas yang menggambarkan peristiwa ketika Rasulullah mengutus Muadz -radhiyallahu ‘anhu- ke Yaman untuk menyiarkan Islam, Ia berkata, “Ajarkan mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat, yang diambil dari orang kaya dan dikembalikan kepada orang miskin……..”

Imam Ibnu Hajar berkata, “Dengan dalil ini, kita berdalil bahwa pemimpinlah yang mengambil zakat dan menginfakkannya. Dan siapa yang menolak untuk mengeluarkannya, maka akan diambil walau secara paksa.”

Zakat sendiri sebenarnya merupakan satu pos pendapatan besar bagi negara untuk memberantas kemiskinan. Dalam kasus Indonesia sendiri, Badan Amil Zakat Nasional menjelaskan bahwa potensi zakat Indonesia sebesar Rp 232 Triliun, namun yang berhasil dikumpulkan hanyalah Rp 8,1 Triliun. 

4. Jaminan Baitul Mal
Dalam sistem negara islami, terdapat sebuah badan yang dikelola negara yang bertugas untuk memungut zakat, dan infaq, wakaf, dan segala pungutan masyarakat, bernama baitul mal. Kini kita mengenal Baitul mal sebagai lembaga yang terpisah dari pengelolaan negara, namun tetap berfungsi sama. 

Islam memprioritaskan penggunaan dana yang terkumpul di Baitul mal ini kepada fakir miskin. Al-Sarakhsi menulis dalam kitabnya, “Jika sebagian kaum muslimin membutuhkan pemenuhan kebutuhannya, akan tetapi tidak ada dana dalam pos zakat, dan infaq, maka pemimpin harus memberikannya melalui pos pajak. Dan hal itu dianggap hutang bagi pos zakat dan infaq. Adapun, jika pemimpin membutuhkan dana untuk pemenuhan kebutuhan militer, dan tidak ada dana dalam pos pajak, maka jika pemimpin mengambil dana melalui pos zakat dan infaq, hal itu dianggap hutang bagi pos pajak. Karena zakat dan infaq merupakan hak khusus kaum fakir dan miskin.”
Dari penjelasan ini, kita mesti merefleksikan kembali prioritas pengeluaran negara yang seharusnya.

5. Wasilah selain zakat
a. Sistem hidup bertetangga
Islam mengatur hubungan bermasyarakat dan bersosial, termasuk di antaranya bertetangga, dan menjadikan hubungan bertetangga sebagai sarana saling tolong menolong, termasuk dalam hal kesejahteraan.

Terdapat hadis Nabi,
Siapa yang beriman  kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bukanlah seorang mukmin, ia yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan, sedangkan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani, dan Baihaqi)

Adapun, siapa yang dimaksud tetangga di sini? Diterangkan di hadis riwayat Abu Daud, “Setiap 40 rumah adalah tetangga.” Sebagian ulama menafsirkan, yang dimaksud adalah 40 rumah dari segala sisinya. Sehingga, jika seseorang memperhatikan syariat, maka tidak akan ada yang membiarkan keluarga di sampingnya hingga 40 rumah kelaparan.

b. Bantuan daging kurban di hari raya idul adha
c. Kafarat dari pelanggaran sumpah yang dilakukan seseorang
Sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Maidah:89
Maka kafarat baginya (orang yang melanggar sumpahnya) adalah memberi makan sepuluh orang miskin sesuai dengan yang biasa ia dan keluarganya makan, atau membebaskan budak”
d. Kafarat dari zihar
Zihar adalah situasi ketika suami mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku sendiri, atau saudari perempuanku”. Maka istrinya diharamkan bagi sang suami, sampai ia menunaikan kafarat (hukumannya); membebaskan budak, atau siapa yang tidak mampu; berpuasa dua bulan berturut-turut, dan yang tidak mampu juga; memberi makan 60 orang miskin.
e. Kafarat orang yang berhubungan suami istri di siang hari ketika bulan Ramadhan
Hukumannya sama dengan zihar.
f. fidyah dari orang tua, orang sakit yang tidak mampu puasa
Fidyah merupakan sesuatu yang harus ditunaikan oleh orang tua, orang sakit yang tidak mampu berpuasa lagi. Sesuai dengan Al-Baqarah:184, “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (puasa), maka wajib baginya membayar fidyah; memberi makan seorang miskin….
Fidyah ini harus ditunaikan setiap hari di bulan Ramadhan.
g. Hadiy
Hadiy merupakan sesuatu yang harus ditunaikan oleh orang yang melakukan sesuatu yang dilarang ketika ihram dalam syariat haji, atau untuk orang yang berhaji tamattu’ (menunaikan umrah duluan, sebelum haji). Hadiy ditunaikan berupa unta, sapi, atau kambing.
h. Hak dari kebun yang baru dipanen
Terdapat ayat dalam surah Al-An’am: 141 yang memerintahkan untuk memberi sedekah dari hasil kebun yang baru dipanen. Para sahabat, seperti Ibnu Umar, menafsirkan bahwa hal ini bukan merupakan bagian dari zakat, melainkan sedekah atas hasil panen semata.
i. Jaminan atas orang fakir dan miskin
Ini merupakan poin yang terpenting. Poin ini merupakan prinsip dasar Islam yang harus tertanam dalam pikiran setiap individu. Bahwa wajib bagi tiap individu untuk saling membantu dan bertanggung jawab atas fakir dan miskin. Terlebih jika pendapatan zakat tidak mampu mencukupi kebutuhan ini. Terdapat banyak sekali dalil mengenai hal ini, di antaranya:

Hadis nabi,
Sesungguhnya dalam harta itu terdapat hak selain zakat, kemudian Nabi membaca ayat, ‘laisa albirra tuwallu wujuhakum qibalal masyriqi wal maghribi… sampe akhir’

Maksudnya adalah, pertama, ayat yang dibaca nabi menerangkan tentang rukun dari sebuah kebaikan, yaitu memberi harta kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan selainnya, menunaikan salat, dan memberi zakat. Penyebutan “memberi harta kepada anak kerabat, anak yatim, dan orang miskin” di awal, menandakan hal tersebut terpisah dari zakat, dan hal itu terhukumi wajib.

Juga,
Permisalan seorang muslim dengan muslim lainnya dalam simpati, berkasih saying seperti tubuh yang satu, jika satu bagian tubuh mengaduh kesakitan, maka seluruh anggota tubuh ikut merasa panas dan terjaga.

Juga terdapat banyak sekali ancaman yang keras bagi orang yang menelantarkan orang miskin, seperti gambaran alasan bagi orang yang disiksa di neraka, “Wa laa yahudhu ‘ala tha’amil miskin”. Yaitu mereka yang tidak menghimbau untuk memberi makan orang miskin.

Demikian merupakan wasilah-wasilah yang Islam ajarkan dalam menyelesaikan urusan kemiskinan. Jika ditarik garis besar dari apa yang telah dirumuskan oleh Syaikh Qardhawi, Islam menekankan kerjasama antara negara, dan individu. Antara sistem, dan kesadaran pribadi. Intisari dari konsep besar ini seharusnya bisa diambil dan diterapkan dalam kehidupan bernegara di jaman sekarang dengan konteks politik, ekonomi, sosial, dan budaya tiap negara tersebut.

No comments:

Post a Comment

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...