Tuesday, May 4, 2021

Banyaknya Pembangunan, Wabah, dan Berakhirnya Sebuah Negara menurut Ibnu Khaldun

 Ibnu Khaldun, seorang sejarawan dari abad ke-14 yang dikenal sebagai bapak sosiologi dunia pernah menulis mengenai hubungan banyaknya pembangunan, wabah, dan berakhirnya sebuah negara dalam kitabnya yang paling fenomenal, Muqoddimah Ibn Khaldûn. Buku ini sendiri sebenarnya "hanya" merupakan mukadimah dari buku sejarahnya, al-'Ibar. Namun, mukadimah setebal 1000-an halaman inilah yang kemudian jadi amat terkenal, hingga pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengajak orang lain untuk juga membacanya.

Di awal pasal mengenai topik tersebut, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa pada masa permulaan pembangunan negara, sebuah negara haruslah sederhana, toleran, dan moderat dalam kebijakan dan kekuasaannya. Jika sebuah kekuasaan mengedepankan hal tersebut dan tidak "grasa-grusu", rakyat menjadi sederhana dalam berekspektasi. Tidak "grasa-grusu" ini menjadi poin penting menurut Ibnu Khaldun dalam pembangunan sebuah negara. Semuanya harus dilakukan secara bertahap. Seiring dengan bergerak pelannya pembangunan, meningkatnya angka kelahiran, maka puncak pembangunan dan pertumbuhan suatu negara akan dicapai dalam jangka waktu satu atau dua generasi. Jika sebuah negara mengabaikan hal-hal tersebut, didukung juga oleh kesewenang-wenangan pemerintah terhadap rakyatnya dan buruknya kepemimpinan, akhir sebuah negara akan nampak.

Kemudian, Ibnu Khaldun masuk ke inti pembahasannya. Menurutnya, ada dua hal yang terjadi pada akhir sebuah negara: 1) Kelaparan, 2) Banyaknya kematian.

1. Kelaparan

Penyebabnya adalah semakin sedikitnya orang yang bercocok tanam, banyaknya permusuhan dan penyelewengan harta dan pajak, dan pemberontakan. Pada kondisi ini, cadangan makanan yang ada di rakyat menipis. Ketika cadangan makanan semakin menipis, harga-harganya menjadi mahal, kelaparan merajalela, dan menyebabkan banyaknya kematian. 

2. Banyaknya kematian

Selain karena kelaparan, banyaknya kematian juga disebabkan oleh banyaknya perselisihan yang mengguncang stabilitas negara, atau terjadinya wabah. Perlu menjadi catatan sendiri  mengapa Ibnu Khaldun menulis mengenai wabah di beberapa bagian dalam bukunya. Hal ini disebabkan karena Ibnu Khaldun sendiri hidup di masa wabah "The Black Death" menyebar hingga membunuh 1/3 penduduk Eropa saat itu. Menurut Ibnu Khaldun, penyebab sebuah wabah pada umumnya adalah buruknya kualitas udara akibat banyaknya pembangunan, karena pembangunan tersebut banyak menyebabkan polusi air, kebusukan, dan jamur. Jika kualitas udara semakin memburuk, ia mempengaruhi kualitas mental dan watak sebuah penduduk, dan jika ia semakin memburuk, ia menyerang paru-parunya. Hal ini yang menurut Ibnu Khaldun membuat negara dengan banyaknya pembangunan seperti Mesir dan Fez di Maroko banyak mengalami kematian penduduk. Ibnu Khaldun menyarankan untuk memperbanyak ruang terbuka dalam sebuah pembangunan negara agar udara yang ada tersirkulasi dengan baik. 

Referensi: Muqoddimah Ibn Khaldun

Monday, May 3, 2021

Pengertian Nafs, Ruh, Qolb, dan 'Aql

Dalam  Al-Qur’an -atau Bahasa Arab secara umum-, kita akan menemukan beberapa kata yang menjadi objek dari begitu banyak kajian dalam ilmu mistik/kebatinan/tashawwuf, yakni kata nafs (نفس), ruh (روح), qolb (فلب), dan ‘aql (عقل).

Jika kita menerjemahkan semuanya, niscaya kita akan mendapatkan hasil yang masih membuat kening kita berkerut. Nafs bisa diartikan sebagai jiwa/nafsu, ruh diartikan sebagai ruh/esensi/jiwa, qolb diartikan sebagai heart, ‘aql diartikan sebagai akal.

Imam Al-Ghazali dalam satu bagian pada kitabnya, Ihya’ Ulûm al-Dîn, menjelaskan definisi masing-masing dari kata ini. Bagian tersebut adalah potongan dari bab kitabnya yang berjudul “Penjelasan Mengenai Keajaiban Qalb”. Al-Ghazali sendiri menyebutkan bahwa banyak orang yang tidak memahami makna dari kata-kata tersebut.

Qolb

Ia memiliki dua pengertian.

Pertama: Sebuah daging yang diletakkan di bagian kiri dada dan di bagian dalamnya berongga. Di dalam rongga tersebut terdapat darah berwarna hitam tempat bersumbernya ruh. Pengertian ini adalah pengertian dari sudut pandang kedokteran (tentunya kedokteran di zaman Al-Ghazali saat itu, yakni abad ke-11). Kita mengenalnya sebagai jantung/heart (yang orang sering salah artikan sebagai hati). Namun, bukanlah ini, definisi qalb yang dimaksud dalam teks-teks agama. Kita menyebutnya sebagai pengertian qalb secara fisik.

Kedua: Sebuah zat non-fisik (روحاني) dan bersifat halus serta sarat nilai ketuhanan (لطيفة ربانية روحانية). Zat non materi ini adalah hakikat dari seorang manusia. Ia adalah yang membuat manusia tahu, memahami. Ia juga objek dari perintah, teguran, tuntutan dari Tuhan.

Ruh

Ia memiliki dua pengertian.

Pertama: Organ yang halus yang bersumber di rongga qalb fisik (jantung). Ruh inilah yang diedarkan melalui pembuluh darah dan saraf-saraf kepada seluruh anggota badan. Aliran ruh ini kemudian membanjiri indera-indera kita layaknya cahaya lampu yang membanjiri seisi ruangan. Lagi-lagi, inilah definisi menurut ilmu kedokteran zaman itu dan ini bukan yang dimaksud dalam teks-teks agama. Ini adalah ruh secara fisik.

Kedua: Zat non-fisik yang halus yang membuat manusia mengetahui dan memahami. Ini memiliki pengertian yang sama dengan qalb dalam pengertian kedua. Ruh inilah yang Allah sebutkan dalam QS Al-Isra:85 ketika Rasulullah ditanya para sahabat mengenai ruh.

قل الروح من أمر ربي

Katakanlah (Wahai Muhammad): Ruh merupakan rahasia dari Tuhanku

Nafs

Ia memiliki dua pengertian.

Pertama: Zat yang mencakup kekuatan amarah dan syahwat (kesenangan)/nafsu. Pengertian ini mengaitkan nafs dengan hal-hal tercela. Bahwa nafs adalah sumber nafsu ketika kita ingin makan berlebihan, ingin membeli segala barang yang tidak kita butuhkan, dan sebagainya yang merupakan bagian dari syahwat.

Kedua: Zat non-fisik halus sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian qalb yang mana ia merupakan hakikat manusia. Dalam keadaan ketika kita mengendalikan nafs kita dalam melawan syahwat, lalu ia menjadi tenang, kita menyebutnya sebagai nafs al-muthmainnah.

‘Aql

‘Aql (akal) juga memiliki dua pengertian.

Pertama: Pengetahuan atas hakikat sesuatu. Pengetahuan ini merupakan sebuah sifat yang bertempat di qalb. Hal ini jadi catatan menarik tersendiri. Selama ini kita mengenal qalb sebatas sebagai pusat emosi, afeksi. Dalam pengertian Imam Al-Ghazali, qalb juga tempat akal, tempat memahami hakikat segala hal.

Kedua: Kemampuan untuk memahami hakikat sesuatu dan ia adalah qalb sebagaimana yang telah dijelaskan. Bisa dibilang, dalam pengertian pertama, akal merupakan pengetahuannya, hasilnya, sedangkan pengertian kedua, berbicara mengenai kemampuannya/kapasitasnya.

Kesimpulan

Al-Ghazali dalam bagian akhir bagian ini menyebutkan, bahwa dari semua pengertian tadi, ringkasnya, kita menyebutkan lima makna yang berbeda: qalb secara fisik, ruh secara fisik, nafs yang berkaitan dengan hal negatif (syahwat), pengetahuan, dan makna kelima adalah zat non-fisik tempat manusia memahami, dan mengetahui. Ketika Al-Quran dan sunnah menyebut kata qalb, maka yang dimaksudkan adalah kemampuan dalam diri manusia untuk memahami dan mengetahui hakikat sesuatu, yakni qalb non materi. Walau, kadang-kadang, ia juga bisa bermakna qalb fisik, karena di antara keduanya memang terdapat hubungan. Imam Al-Ghazali menggambarkan hubugannya dengan metafora: qalb fisik merupakan kerajaan dari qalb non-fisik.

Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...