Friday, December 6, 2019

Serba-serbi Hubungan Perempuan dan Laki-Laki

Kita pernah mendengar bahwa perempuan terlarang untuk bercakap-cakap dengan laki-laki, berpidato, atau berbicara di muka umum, atau pernah juga terdengar bahwa tempat perempuan adalah di rumah, bukan di tempat-tempat umum. Benarkah demikian?

Atau, kita juga menemui bagian lain, yang tidak mengambil pusing akan batas interaksi tersebut. Laki-laki dan perempuan tercipta sama dan boleh untuk berinteraksi tanpa ada perbedaan sama sekali. Benarkah hal tersebut?

Dewasa ini, dalam membahas hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, seringkali kita menemui kebingungan. Seakan ada ranah abu-abu yang belom jelas, yaitu sampai manakah hubungan tersebut bisa terjalin? Interaksi seperti apa dan sejauh apa yang diizinkan?
 
Kita akan mundur untuk melihat apa yang terjadi di zaman Rasul dahulu kala.
Di zaman Rasul, para perempuan bukanlah orang yang diam dan terpenjara di dalam rumahnya, dulu, para perempuan ikut salat berjamaah bersama Rasul, bahkan salat jum’at, bahkan diriwayatkan bahwa terdapat perempuan yang hafal surah qof selama melalui khutbah-khutbah yang Rasul sampaikan di mimbarnya. 
Di zaman kini, kita mengenal hijab yang biasa memisahkan/menutup antara shaf perempuan dan shaf laki-laki. Di zaman Rasul, tidak terdapat hal tersebut, sehingga Rasul memerintahkan perempuan untuk menempati shaf akhir karena dikhawatirkan akan terlihatnya aurat laki-laki atas perempuan. Pun, dahulu, pintu untuk masuk dan keluar masjid masih satu pintu, sehingga terjadi pula perebutan antara laki-laki dan perempuan (yang di kemudian hari dibuatkan pintu khusus perempuan bernama “baab annisa”)

Soal menuntut ilmu, perempuan di zaman Rasul begitu giat dan penuh semangat. Diriwayatkan bahwa Sayyidah Aisyah mengagumi perempuan Madinah, karena keberaniannya dan kegigihannya dalam menuntut ilmu. Mereka tidak sungkan untuk bertanya langsung kepada Rasul perihal haid, mandi junub, dsb.

Perihal peran perempuan di tempat-tempat umum, banyak riwayat yang menjelaskan keterlibatan perempuan dalam peperangan. Tugas utama perempuan adalah menyiapkan kebutuhan pasukan, kemudian mengobati mereka yang terluka (yang mana, dalam hal tersebut, pasti terdapat interaksi perempuan dan laki-laki), bahkan terdapat perempuan yang juga turun membawa pedang. Sejarah mengenal nama Ummu Imarah yang perannya diabadikan sejarah dalam perang Uhud.

Alqur’an juga banyak mengabadikan kisah interaksi laki-laki dan perempuan. Di antaranya, seperti diabadikan di surah Al-Qasas: 23-26 (cari sendiri ya ayatnya 😊), yang menceritakan kisah Nabi Musa yang berbicara, dan bertanya kepada dua perempuan di perjalanannya. Kemudian Nabi Musa membantu perempuan tersebut memberi minum hewan ternaknya. Setelah itu, salah seorang dari perempuan tersebut berkata kepada Nabi Musa bahwa ayahnya mengundang Nabi Musa sebagai balasan atas kebaikannya.

Dalam Surah Ali Imran: 37 dijelaskan bahwa Zakariya masuk ke dalam mihrab Maryam ketika ia menanyakan kepada Maryam akan makanan yang tiba-tiba ada di dalam mihrabnya.

Surah An-Naml:42-44 juga menceritakan percakapan antara ratu kerajaan Saba’ (Bilqis) dan Nabi Sulaiman tentang kerajaannya.

Dalil-dalil ini membantah bahwa tempat perempuan hanyalah di rumah, ia tidak boleh bersuara dan berperan di ruang publik, ia tidak boleh bercakap dengan laki-laki. Islam datang bukan untuk mengharamkan hal tersebut, namun mengaturnya. Bagaimana aturannya?

Syaikh Qardhawi menjelaskan dalam kitabnya, fatawa al mar’ah al Muslimah, bahwa pertemuan laki-laki dan perempuan dibolehkan jika maksud dari pertemuan tersebut adalah untuk tujuan yang mulia, dan baik, atau untuk proyek yang membawa kemaslahatan, yang membutuhkan kerjasama antara laki-laki dan perempuan. Kerangka aturan yang harus diperhatikan menurut Syaikh Qardhawi, adalah:

1. Menjaga pandangan pada aurat masing-masing, dan menjauhi pandangan yang diikuti dengan syahwat. Adapun memandang lawan bicara secara wajar adalah diperbolehkan. (Lihat An-Nur:30-31)
2. Hendaknya perempuan mengenakan pakaian yang menutup auratnya, sebagaimana yang telah kita ketahui dalam syariat Islam
3. Bergaul dengan adab sesuai Islam, seperti;
a. Dalam berbicara, hendaknya perempuan menghindari suara yang bermanja-manja ketika berbicara dengan laki-laki, karena kita tidak memungkiri bahwa terdapat laki-laki yang terdapat penyakit di dalam hati dan pikirannya seperti diterangkan dalam Surah Al-Ahzab:32
b. Dalam berjalan, dalam Surah An-Nur:31 dijelaskan akan larangan untuk berjalan yang bertujuan untuk memperlihatkan perhiasan-perhiasan yang mereka sembunyikan.
c. Terdapat larangan pula untuk berduaan yang tidak dibersamai oleh mahramnya di tempat yang khusus. Sesuai dengan hadis, “Sesungguhnya yang ketiganya adalah Syaithan”.
d. Pertemuan tersebut tidak berpotensi untuk menghadirkan gosip yang buruk, juga melalaikan perempuan dari tugas-tugasnya yang utama dan mulia.


Bunga Bank

  Mesir sedang mengalami keterpurukan ekonomi di bulan Maret 2022 ini. Nilai tukar mata uang Mesir, Egyptian Pound (EGP), terhadap dollar me...